opini

Akal Imitasi

Minggu, 13 Juli 2025 | 18:50 WIB
Dr Sumbo Tinarbuko.


HADIRNYA akal imitasi (AI) di ruang publik digital, menarik perhatian publik. Bahkan memunculkan fenomena kontroversi. Apa dampaknya? Lahirlah kubu pro melawan kelompok kontra.

Diksi dan frasa yang menyebutkan menumpulkan otak manusia. Mematikan kreativitas serta memiskinkan imajinasi manusia, selalu berkelindan di medsos. Sebaliknya, tidak sedikit yang memberikan apresiasi positif atas perkembangan akal imitasi. Karena keberadaannya dapat memunculkan pelangi referensi baru berkaitan dengan sistem algoritma kerja kreatif.

Hal itu setidaknya tampak dari perkembangan ilmu desain komunikasi visual. Lahirnya akal imitasi dan hidup berdampingan dengan ilmu desain komunikasi visual diyakini saling melengkapi. Benarkah demikian? Sebab keberadaannya senantiasa menjalankan kerja kolaborasi secara egaliter. Untuk itu jalinan persahabatan antara akal imitasi dan pendidikan desain komunikasi visual harus dielaborasi.

Mereka berdua wajib dikawinkan agar menghasilkan keturunan ideologis yang cerdas dan kreatif. Atas dasar itulah, civitas akademika institusi pendidikan desain komunikasi visual disarankan bersedia menjalankan kerja kolaborasi bersama akal imitasi.

Mengapa harus demikian? Karena akal imitasi ini terbukti membantu untuk membuat varian-varian baru guna menguatkan ilmu desain komunikasi visual dan lembaga pendidikan desain komunikasi visual.

Harus disepakati bersama, akal imitasi tidak akan mematikan atau memusnahkan pendidikan desain komunikasi visual. Apalagi ilmu desain komunikasi visual. Mengapa demikian? Sejujurnya harus diakui, akal imitasi mempunyai kelemahan fundamental.

Antara lain: pertama, akal imitasi itu tidak memiliki kemampuan berpikir kreatif. Kedua, akal imitasi tidak mampu berpikir secara logis. Ketiga, akal imitasi tidak memiliki rasa empati. Keempat, akal imitasi tidak memiliki sikap bijaksana. Kelima, akal imitasi akan hadir kalau dia diperintah. Artinya, akal imitasi nir inisiatif, pasif dan tidak mampu berimajinasi.

Kehebatan otak manusia terletak pada kekuatan daya pikir dan imajinasi. Gumpalan otak manusia memiliki ruang publik untuk pementasan theatre of mind. Storytelling, adegan, akting yang dilakukan otak dalam pementasan theatre of mind sangat kaya raya dengan visualisasi. Imajinasi yang berkelindan di dalam otak manusia sangat luas, besar dan penuh warna. Selain itu, di dalam otak manusia bersemayam nalar perasaan dan akal pikiran senantiasa berangkulan dengan hangat. Otak manusia senantiasa bekerja keras atas inisiatif dari sang pemilik otak.

Maka bagi desainer komunikasi visual, ilmu desain komunikasi visual dan lembaga pendidikan desain komunikasi, sebaiknya akal imitasi digunakan menjadi sekadar alat. Jangan didewakan. Dilarang diposisikan sebagai kekuatan super alias segala-galanya harus ditentukan akal imitasi.

Disarankan keberadaan akal imitasi didudukkan sebagai referensi. Akal imitasi harus ditempatkan sebagai salah satu cara pandang desainer komunikasi visual untuk menyempurnakan konsep berpikir desain. Dengan akal imitasi, desainer komunikasi visual senantiasa mengedepankan proses berpikir kreatif lewat panduan kerja design thinking. Dari sana diharapkan mampu menghasilkan konsep problem solving komunikasi visual yang bersifat solutif, komunikatif, unik dan menarik. Semua proses itu akan bermuara pada karya desain komunikasi visual yang mengedepankan novelties.

Jujur harus diakui, akal imitasi merupakan hasil kerja kolaborasi digital yang melibatkan ilmu desain komunikasi visual. Mereka menjadi pemasok design characters, visual assets, digital assets, intellectual property, visual icons and symbols, font design, corporate colors, visual illustrations. Mereka juga menciptakan bahasa gambar berwujud simbol gift yang menjadi objek saweran tiktok live.

Terlepas dari hadirnya oposisi biner atas kehadiran akal imitasi. Sejatinya akal imitasi merupakan hasil kreativitas manusia yang sudah dibekukan dalam wujud bahasa mesin. Hal itu merupakan keyakinan kelompok optimis bin progresif. Mereka memandang akal imitasi sebagai teman sekaligus sahabat. Mereka memposisikan akal imitasi sebagai alat untuk mempercepat proses menemukan dan mengeksekusi ide yang berkelindan di dalam otak. Organ tubuh terhormat yang bertugas memproduksi ide dan gagasan dengan mengedepankan kreativitas tinggi. (Dr Sumbo Tinarbuko, Pemerhati Budaya Visual dan Dosen Komunikasi Visual FSRD ISI Yogyakarta)

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB