KRjogja.com - SEIRING dengan target Indonesia sebagai negara berpendapatan tinggi Rp455,6 juta per kapita per tahun pada 2045, DIY harus turut mendukung upaya pencapaian target tersebut. Oleh karenanya, pertumbuhan ekonomi DIY harus tinggi untuk setiap tahunnya dalam 20 tahun kedepan. Namun kenyataannya ada hambatan, diantaranya pertumbuhan ekonomi rata-rata hanya tumbuh 4,95 persen pada 2019 – 2024. Selain itu, DIY juga belum bisa lepas dari kemiskinan.
Perlu strategi untuk menggenjot pertumbuhan ke level tinggi. Setidaknya ada tiga hal, yakni mentransformasi struktur ekonomi, meningkatkan kualitas SDM dan memperbesar investasi. Pasca Covid 19, struktur ekonomi DIY belum bisa lagi mendorong pertumbuhan ke level 6,5 persen, dikarenakan lebih banyak bersumber dari konsumsi rumah tangga 62,25 persen dan konsumsi pemerintah 13,5 persen, sedangkan investasi hanya 34,58 persen. Sementara sektor industri yang menjadi ciri dari kemajuan ekonomi, berkontribusi terhadap PDRB-DIY hanya 11,88 persen.
Selama ini perekonomian lebih mengandalkan pada sektor pariwisata, yang sangat sensitif terhadap kebijakan pencegahan dan penanganan penyakit. Sebelum pandemi, perekonomian DIY bisa tumbuh 6,59 persen, namun dengan diberlakukannya kebijakan lock down berdampak drastis terhadap pariwisata, hingga aktivitas di berbagai sektor ekonomi hampir lumpuh, yang akhirnya berdampak pada merosotnya pertumbuhan ekonomi 2020 minus 2,67 persen.
Untuk tumbuh lebih tinggi, DIY harus mendiversifikasi sumber pertumbuhannya, agar tidak menggantungkan pada sektor pariwisata saja yang menjual eksotisme alam dan budaya. Sebisa mungkin beberapa sektor pendukung harus diperkuat. Sektor industi pengolahan skala UMKM dan menengah harus dikembangkan. Syukur terdapat industri skala besar yang bersifat labour intensif, yang bisa menyerap tenaga kerja banyak. Melalui industrialisasi, berbagai komoditas mentah pertanian seperti jagung, singkong, kedelai, cabai dan hasil tambak ikan/udang tak di jual langsung keluar daerah atau diekspor, tetapi diolah dulu. Selain memberi nilai tambah, cara ini juga mendorong industrialisasi. Agar kinerja industri lebih optimal harus dibarengi efisiensi dan inovasi. Kualitas SDM harus ditingkatkan agar bisa menguasi teknologi sehingga produktifitasnya meningkat.
Untuk mendorong pertumbuhan tinggi, hal penting lainnya adalah perlunya tambahan investasi yang selama ini dirasakan belum cukup untuk mendongkrak pertumbuhan ke level tinggi. Pembiayaan investasi yang diperlukan cukup besar karena Incremental Capital Output Ratio (ICOR) DIY mencapai 6,23 persen, artinya 1 persen pertumbuhan ekonomi memerlukan 6,23 persen investasi per PDRB, yang berarti kurang efisien. Hal ini dikarenakan investasi infrastruktur belum menghasilkan output langsung, efisiensi sektor tradisional belum optimal dan pemanfaatan teknologi serta produktivitas belum maksimal.
Dengan dana simpanan di perbankan sebesar Rp85 triliun, dengan mengasumsikan 68,5 persennya digunakan untuk investasi (Rp58,2 triliun), maka investasi per PDRB-DIY sebesar 28,2 persen. Dengan ICOR 6,23 persen, berarti pertumbuhan ekonomi hanya 4,5 persen. Angka ini belum cukup dari target pertumbuhan yang diharapkan mencapai 6,5 persen, yang memerlukan investasi per PDRB sekitar 40,5 persen.
Adapun cara meningkatkan sumber pembiayaan investasi bisa dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan dana simpanan domestik, mengajak PMDN atau menarik investor asing khususnya PMA langsung (foreign direct investment /FDI) diajak mendirikan pabrik atau membangun infrastruktur, sehingga dapat menyediakan lapangan kerja. Dengan demikian, angka pengangguran turun, penghasilan masyarakat meningkat dan penurunan kemiskinan dapat dipercepat. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah DIY perlu mengeluarkan kebijakan pro-investasi.(Miyono Muhammad, Deputi Direktur Kantor BI DIY 2019 – 2022, Anggota ISEI Cabang Yogyakarta)