opini

(Membaca Lagi) Gugatan Multatuli: Dari Lebak ke Ruang Sidang Hari Ini

Minggu, 14 September 2025 | 15:45 WIB
Premita Fifi Widhiawati (Dok.)

Kuota haji, yang seharusnya menjadi harapan spiritual bagi jutaan umat, dijadikan komoditas oleh oknum pejabat. Setiap jatah haji dijual dengan harga hingga ratusan juta rupiah, dan uangnya dialihkan menjadi rumah mewah dan kendaraan pribadi.

Rakyat yang telah menunggu bertahun-tahun gagal berangkat, sementara pejabat menikmati hasil dari pemerasan yang disamarkan sebagai birokrasi.

Alih-alih diberikan kepada jemaah haji reguler, kuota tambahan haji 2024 sebanyak 20.000 jemaah yang seharusnya dialokasikan 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus (non ONH Reguler), sesuai UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, oleh oknum pejabat kuota dibagi dua, 50% atau 10.000 untuk reguler, 50% lagi sebanyak10.000 untuk haji khusus.

Hal ini jelas melanggar aturan dan menguntungkan biro travel swasta yang bersekutu dengan oknum pejabat.

Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya persekongkolan jahat antara pejabat Kementerian Agama dan asosiasi travel haji, termasuk aliran dana suap hingga pembelian rumah mewah di Jakarta Selatan.

Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 1 triliun, termasuk hilangnya potensi pengelolaan dana manfaat haji reguler. Tidak hanya itu subsidi haji terganggu, antrean jemaah reguler tetap panjang, dan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan ibadah terguncang.

Korupsi ini bukan hanya soal uang dan keserakahan, tapi juga pembiaran dan ketidak pedulian yang dibungkus dengan ‘kerjasama bisnis’. Dapat kita bayangkan kerugian yang ditimbulkan oleh kasus kuota haji tersebut.

Banyak calon jamaah haji regular yang telah bersusah payah menyisihkan uang yang, bisa jadi, mereka kumpulkan dengan susah payah melalui usaha-usaha yang halal dan bermanfaat bagi orang banyak, demi melaksanakan perintah agama yang mereka percaya dan yakini akan membawa pahala dan kebaikan, harus menunggu lebih lama lagi karena jatah kuota mereka dikorupsi dan dijual kepada orang-orang yang mampu membayar hingga berkali lipat ONH Reguler.

Membuat banyak calon jamaah harus menunggu lebih lama. Barangkali ada diantara mereka yang sudah berusia tua, terpaksa meninggal dunia tanpa pernah sempat melaksanakan niat suci melaksanakan haji di tanah suci.

Ibadah haji yang seharusnya menjadi jalan ibadah dan spiritual, dijadikan ladang bisnis. Kuota bukan lagi soal keadilan, tapi soal siapa yang punya akses dan uang.

Di sisi lain, skandal PT Timah menyeret kerugian negara hingga Rp 300 triliun. Tambang ilegal, pencucian uang, dan kerusakan lingkungan di Bangka Belitung memperlihatkan bahwa sumber daya alam bukan lagi milik rakyat, tapi milik jaringan elite.

Vonis ringan terhadap pelaku utama menambah luka hati rakyat. Penjara hanya 6,5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, jauh dari tuntutan dan proporsi kerugian.

Kasus yang terjadi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk antara 2015–2022 ini melibatkan tak kurang dari 22 orang tersangka, termasuk mantan Dirut PT Timah dan pengusaha Harvey Moeis.

Menggunakan modus kerja sama ilegal dengan smelter swasta, pembelian bijih timah dari tambang liar, dan pencucian uang melalui CSR palsu. Kerugian negara ditaksir Rp 300 triliun, termasuk kerugian ekologis Rp 183,7 triliun, kerugian ekonomi lingkungan: Rp 74,4 triliun serta biaya pemulihan lingkungan: Rp 12,1 triliun E

Vonis terhadap eks Dirut PT Timah: 8 tahun penjara dan denda Rp 750 juta, tentu saja jauh dari proporsional dan rasa keadilan masyarakat.

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB