opini

Pariwisata Berkelanjutan

Selasa, 28 Oktober 2025 | 14:50 WIB
Dr Sumbo Tinarbuko.

KRjogja.com - KEMENTERIAN Pariwisata lewat Asisten Deputi Strategi Event menggagas aktivitas nasional. Kegiatan itu dijanjikan mampu mendorong pembangunan pariwisata berkelanjutan dalam konteks budaya visual dan ekonomi kreatif. Wujudnya seperti apa? Mereka mendaku menggalang gerakan sosial guna meningkatkan kualitas event pariwisata di Indonesia.

Konkretnya berupa apa? Mereka menggagas konsep memajukan panggung seni tradisional menuju aksi atraksi pariwisata berkelanjutan. Di dalamnya berupaya memberikan pemahaman kepada peserta tentang bagaimana karya, tradisi, dan praktik budaya visual dapat dikelola sebagai konten utama event pariwisata berkelanjutan.

Mereka berniat membekali peserta dengan perspektif dan model kebijakan yang mampu mendukung ekosistem event pariwisata berkelanjutan. Pihak Kementerian Pariwisata juga memberikan keterampilan praktis dalam hal manajemen event pariwisata berkelanjutan. Mulai dari desain visual, komunikasi visual, branding dan pemasaran, etika budaya, hingga strategi pembiayaan.

Upaya mewujudkan gagasan itu menjadi tekad nasional yang terus menerus dikawal jajaran Asisten Deputi Strategi Event Kementerian Pariwisata. Dalam perjalanan waktu, realitas sosial mencatat munculnya fenomena over komersialisasi. Artinya, gelombang tsunami kapitalisme global menggempur apapun yang layak dan laku dijual untuk diberi merek atas produk, barang dan jasa. Dampaknya, nilai budaya dan etika budaya tergerus perlahan dengan sangat mengkhawatirkan.

Realitas media lainnya menjejakkan catatan bernada sumbang. Akibat berkembangnya ideologi komodifikasi pada panggung seni tradisional. Dampak turunannya, keberadaannya kehilangan esensinya sebagai panggung tontonan, tuntunan dan hiburan. Dengan demikian, panggung seni tradisional sebagai medium alih wahana turun kasta.

Hal yang mengecewakan, panggung seni tradisional yang mempertontonkan representasi sastra tradisi lisan. Referensinya bersumber dokumentasi jejak adat istiadat berwujud kemasan seni pertunjukan menjadi kehilangan rohnya. Kehadirannya berorientasi sisi hiburan komersial yang sangat banal. Pertunjukan panggung seni tradisional dalam konteks ini sengaja direkonstruksi untuk meninggalkan aspek tuntunan dan hiburan mendidik dalam arti sebenarnya.

Jejak digital berikutnya terlihat menorehkan guratan memprihatinkan. Komunitas seni tradisional, budayawan bersama seniman pendukungnya ternyata hanya diposisikan sekadar objek tontonan semata. Dibayar secara sepihak dalam kesepakatan kontrak kerja sepihak. Pendeknya, mereka sengaja di casting sebagai pengisi acara dengan standar bayaran ala kadarnya.

Modus komodifikasi panggung seni tradisional semacam itu menyebabkan komunitas seni tradisional, budayawan bersama seniman pendukungnya tidak memperoleh manfaat ekonomi dalam konteks pekerja seni profesional. Parahnya lagi, komunitas panggung seni tradisional bersama budayawan dan seniman pendukungnya, yang seharusnya menjadi aktor utama, sering kali hanya berperan sekadar pengisi acara. Kehadirannya dianggap sebagai buruh kasar seni tontonan tanpa mendapatkan manfaat ekonomi maupun posisi strategis yang layak, laiknya kontrak pekerja seni profesional.

Lalu bagaimana solusinya? Potensi besar event pariwisata berkelanjutan, ternyata tidak lepas dari berbagai tantangan serius. Tanpa pengelolaan bijak dalam balutan konsep peruntungan win-win solution, event pariwisata berkelanjutan hanya bermuara pada pelabuhan bernama over komersialisasi. Dampak sosial budaya yang mengemuka, nilai budaya adiluhung atas kehebatan pesan moral seni tradisional tereduksi menjadi sekadar tontonan kualitas rendah.

Atas pertanyaan kritis di atas, dapat diurai lewat beberapa pendekatan.
Pertama, menjaga warisan leluhur sesuai dengan konteks gerak zaman yang melingkupinya.
Kedua, melibatkan partisipasi aktif komunitas seni yang ada di sentra panggung seni tradisional dan budayawan sebagai penjaga budaya.

Ketiga, menjaga etika budaya secara konsisten dan bertanggung jawab. Keempat, Kementerian Pariwisata senantiasa menyuntikan dana operasional untuk menggerakan nomor satu hingga empat. Serta memfasilitasi terbentuknya jejaring kolaboratif lintas komunitas, pemerintah, dan penyelenggara event untuk memperkuat ekosistem event pariwisata berkelanjutan.

Titik fokusnya terletak pada pengembangan seni budaya berbasis komunitas seni tradisional. Hal itu diharapkan menjadi soko guru event pariwisata berkelanjutan. Terakhir, harus dibangun jejaring sosial yang mengedepankan unsur win-win solution dalam perspektif pentahelix. (Dr Sumbo Tinarbuko, Pemerhati Budaya Visual dan Dosen Komunikasi Visual FSRD ISI Yogyakarta)

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB