opini

Etika Pengadaan Whoosh

Rabu, 29 Oktober 2025 | 22:50 WIB
Deny Ismanto, S.E., M.M.


KRjogja.com - PROYEK WHOOSH, kereta cepat Jakarta–Bandung, telah menjadi ikon baru kemajuan transportasi Indonesia. Dengan kecepatan hingga 350 kilometer per jam, Whoosh bukan hanya simbol teknologi tinggi, tetapi juga kebanggaan nasional. Namun di balik gemuruh peresmian dan euforia kemajuan, ada pertanyaan yang patut direnungkan: apakah proses pengadaan proyek ini telah dijalankan dengan etika publik dan tata kelola yang baik? Dari Jepang ke China: Keputusan yang Mengundang tanya sejak awal, proyek kereta cepat ini dirancang dengan dukungan Jepang, melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) yang telah melakukan studi kelayakan sejak 2011. Jepang menawarkan pendanaan lunak, desain matang, dan rekam jejak teknologi yang terbukti.

Namun, pada 2015, pemerintah Indonesia memutuskan untuk menerima tawaran China, dengan alasan pembangunan yang lebih cepat dan pembiayaan tanpa jaminan dari APBN karena menggunakan skema kerja sama Business to Business (B2B) antara BUMN Indonesia dan Tiongkok. Secara ekonomi, langkah ini terlihat efisien. Namun secara etika dan tata kelola, muncul pertanyaan publik: apakah proses perbandingan kedua tawaran dilakukan secara terbuka dan profesional? Apakah keputusan strategis ini sudah sejalan dengan prinsip transparansi, keadilan, dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam regulasi pemerintah?

Perpres 12 Tahun 2021: Pilar Etika Pengadaan
Dasar moral sekaligus hukum dalam setiap pengadaan publik kini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Perpres ini menegaskan bahwa setiap proses pengadaan harus efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel. Pasal 6 menekankan empat nilai utama: 1). Pengadaan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. 2). UMKM dan koperasi harus diberi ruang dalam rantai pengadaan. 3). Proses harus dijalankan secara terbuka dan dapat diawasi publik. 4). Tidak boleh ada konflik kepentingan, diskriminasi, atau kolusi.

Meskipun proyek Whoosh bersifat B2B dan tidak sepenuhnya menggunakan dana APBN, semangat dan standar etika dari Perpres 12/2021 tetap wajib menjadi rujukan, karena proyek ini melibatkan BUMN dan aset publik. Dengan demikian, akuntabilitas moral tetap melekat pada setiap rupiah yang dikeluarkan. Transparansi, akuntabilitas, dan kepercayaan publik etika pengadaan tidak sekadar soal mematuhi hukum, tetapi menyangkut kepercayaan publik terhadap negara. Keterbukaan data mengenai nilai investasi, komponen biaya, serta tanggung jawab fiskal akan memperkuat legitimasi proyek dan menghindarkan kecurigaan publik terhadap potensi penyimpangan. Audit independen dan pelaporan berkala harus dilakukan agar proyek besar seperti Whoosh tidak hanya sukses secara fisik, tetapi juga bersih secara moral. Dalam konteks ini, transparansi bukan ancaman, melainkan pilar kepercayaan antara pemerintah dan rakyatnya.

Aspek Sosial dan Lingkungan: Etika yang sering terlupakan pembangunan infrastruktur berskala besar selalu berdampak pada manusia dan lingkungan. Pembebasan lahan untuk jalur kereta cepat memengaruhi kehidupan ribuan warga di Jawa Barat. Prinsip keadilan menuntut agar kompensasi dan relokasi dilakukan secara manusiawi dan partisipatif. Selain itu, proyek nasional harus memperhatikan keberlanjutan lingkungan mengurangi polusi, menjaga tata ruang, dan memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. Semangat ini sejalan dengan arah kebijakan Perpres 12/2021 yang menekankan pengadaan berorientasi pada pembangunan berkelanjutan.

Menjadikan Etika Sebagai Budaya Pembangunan Etika pengadaan tidak boleh berhenti sebagai slogan administratif. Ia harus menjadi budaya birokrasi yang tertanam dalam setiap tahap pengambilan keputusan dari perencanaan, negosiasi, hingga pelaksanaan. Digitalisasi sistem pengadaan, audit terbuka, dan pelibatan publik adalah langkah konkret untuk membangun integritas nasional di tengah modernisasi pembangunan. Whoosh memang membawa Indonesia melesat lebih cepat, tetapi kemajuan sejati bukan hanya diukur dari laju kereta, melainkan dari ketulusan niat dan kebersihan proses di baliknya. Pembangunan yang bermartabat adalah pembangunan yang cepat, tepat, dan beretika sebagaimana diamanatkan dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2021. (Deny Ismanto, S.E., M.M., Dosen Program Studi Manajemen FEB-UAD/Wakil Sekretaris 2 ISEI Yogyakarta)

 

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB