KRjogja.com - Core Tax Administration System (CTAS), atau yang lebih dikenal sebagai CoreTax, adalah puncak dari Program Reformasi Perpajakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Indonesia. Kebutuhan untuk reformasi ini muncul karena sistem informasi DJP sebelumnya, yaitu Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP), dinilai terfragmentasi dan tidak mampu mengakomodasi seluruh proses administrasi perpajakan secara holistik. Fragmentasi ini menghambat efisiensi dan transparansi, sehingga diperlukan modernisasi yang mendesak.
Secara resmi, proyek ini disebut Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP). PSIAP dimandatkan melalui Perpres 40/2018, yang menetapkan Proyek PSIAP sebagai upaya merancang ulang proses bisnis administrasi perpajakan melalui pembangunan sistem informasi baru. Tujuan strategis utama CoreTax adalah memodernisasi sistem yang ada saat ini. Modernisasi ini mencakup integrasi seluruh proses bisnis inti administrasi perpajakan, mulai dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), pembayaran pajak, hingga proses pemeriksaan dan penagihan pajak. Wajib Pajak Pribadi maupun Perusahaan akan menggunakan aplikasi yang sama.
Proyek ini bertujuan untuk menciptakan sistem yang memiliki karakteristik kemudahan, ketangguhan, keterpaduan, keakuratan, dan keandalan (easy, robust, integrated, accurate, & reliable). Pembangunan CoreTax didasarkan pada pendekatan Commercial Off-the-Shelf (COTS). COTS didefinisikan sebagai penggunaan perangkat lunak siap pakai yang kemudian dikonfigurasi dan diintegrasikan, bukan membangun sistem secara penuh dari awal (in-house). Pendekatan ini dipilih untuk memastikan kerangka arsitektur yang kuat dan teruji secara komersial. Namun, penggunaan COTS memerlukan pembenahan basis data perpajakan yang ada (Tax Database rearrangement) agar dapat diintegrasikan dengan kerangka COTS yang baru.
Pemilihan COTS seharusnya menjamin arsitektur yang kuat dan stabil. Namun, tantangan terbesarnya terletak pada penataan ulang basis data warisan (legacy data) dari SIDJP yang masif dan masih terfragmentasi. Migrasi data administrasi perpajakan seringkali menjadi titik kegagalan utama dalam proyek reformasi administrasi. Kegagalan di tahap ini dapat menyebabkan ketidakakuratan data, terutama pada fitur pra-populasi (prepopulated) di tahap operasional.
Masalah yang Dihadapi
CoreTax diharapkan akan menjadi layanan andalan DJP, karena dibangun sebagai sebuah superapp (aplikasi yang serba bisa). Namun, karena masih baru, aplikasi ini masih menghadapi beberapa masalah. Pertama, menu aplikasi ini dianggap pengguna sangat kompleks, karena tidak ada perbedaan antara WP Pribadi yang menerima penghasilan dari satu tempat saja, dengan WP Perusahaan atau WP lainnya. Harusnya sebagai sebuah sistem, dapat dikonfigurasi sesuai penggunanya. Seperti di perguruan tinggi, yang masuk ke sistem bisa Dosen, Mahasiswa, Karyawan, Pengurus, Alumni, tetapi menu dan fungsinya akan berbeda-beda.
Kedua, tidak ada panduan bagi pengguna, apa langkah-langkah yang harus dilakukan. Harusnya ada fasilitas Help/Bantuan dan FAQ (pertanyaan yang sering diajukan). Lebih bagus lagi bila disediakan Chatbot, yaitu tanya jawab berbasis AI. Beberapa tutorial di YouTube ada, tetapi kualitas penjelasan maupun kualitas gambarnya masih kurang bagus.
Ketiga, uji coba sepertinya belum dilakukan secara lengkap. Misalnya saja, seorang pengguna mau mengubah alamat, untuk mengisi RT dan RW tidak ada petunjuk apapun. Ketika diisi 1 atau 2 digit, keluar pesan: Format tidak sesuai dengan NIK 16 digit. Begitu diisi 16 digit muncul pesan: Format keliru. Ternyata, harus diisikan 3 digit baru bisa. Setiap isian sebaiknya ada pesan di bagian bawah layar, data apa dan bagaimana formatnya yang harus diisikan.
Keempat, karena sistem ini masih baru, ada baiknya DJP memberikan sosialisasi masif, dengan mengajak kerja sama berbagai pihak, misalnya kampus-kampus, para konsultan dan profesional dari berbagai bidang. Juga perbanyak tutorial di berbagai kanal media massa dan media sosial. Misalnya, pengusaha harus menentukan apakah akan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) atau akan menggunakan pembukuan, harus melaporkan paling lambat 31 Desember 2025. Kalau tidak lapor, harus memakai pembukuan.
Penutup
Penyusunan superapp CoreTax ini merupakan pekerjaan besar, karena memerlukan integrasi yang rumit. Sayangnya, Pemerintah hingga hari ini belum punya pengalaman dalam mengintegrasikan data. Bahkan INA-Gov yang ditugaskan kepada Perum PERURI sejak kabinet Presiden Jokowi pun sampai sekarang tidak ada kabarnya. (Dr. Wing Wahyu Winarno, Dosen STIE YKPN Yogyakarta dan Dosen Magister Teknologi Informasi UGM, serta Pengurus Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Cabang Yogyakarta)