opini

Shalom dan Pemeliharaan Ciptaan

Minggu, 30 November 2025 | 13:50 WIB
Pdt. Dr. Frans Setyadi Manurung. M.Th.

KRjogja.com - KRISIS EKOLOGIS bukan hanya persoalan lingkungan, tetapi juga persoalan teologis yang menantang pemahaman manusia tentang hubungan dengan alam dan Sang Pencipta. Kerusakan lingkungan mencerminkan ketidakseimbangan moral dan spiritual, di mana manusia gagal menjalankan tanggung jawab sebagai penatalayan bumi. Pendekatan teknis tidak cukup untuk menyelesaikan krisis ini; diperlukan transformasi nilai-nilai teologis yang mendorong kesadaran kolektif akan tanggung jawab bersama terhadap bumi.

Sejak pernyataan Lynn White tentang andil kekristenan dalam kerusakan ekologis, muncul upaya kritis untuk meninjau ulang pandangan teologi Kristen, khususnya relasi antara karya penciptaan dan penebusan Allah. Dalam praktiknya, teologi Kristen sering memisahkan keselamatan rohani dan penciptaan dunia alam sebagai ranah berbeda, dipengaruhi oleh dualisme Barat yang terlalu kuat memisahkan materi dan rohani. Pandangan ini cenderung antroposentris, menekankan aspek rohani dan mengabaikan alam sebagai bagian integral dari karya Allah.

Pertanyaan penting muncul: Apakah keselamatan hanya bersifat rohani kekal atau berdimensi plural? Bagaimana memperlakukan alam yang fana di tengah janji pemulihan di akhir zaman dalam Alkitab? Tulisan ini mengkaji kembali hubungan ciptaan dan penebusan melalui lensa ekopneumatologi, yang menegaskan keterkaitan tak terpisahkan antara keduanya dan menempatkan Roh Kudus sebagai pusat pemahaman.

Baca Juga: Mantan Vokalis Edane Ecky Lamoh Meninggal Dunia

Ekopneumatologi, cabang teologi yang menekankan peran Roh Kudus dalam hubungan Allah, manusia, dan ciptaan, melihat karya keselamatan Allah secara kosmik, melampaui dimensi spiritual semata. Roh Kudus berperan dalam penciptaan sebagai nafas kehidupan yang menopang dinamika kosmos (Kejadian 1:2; Mazmur 104:30), hadir universal dan primordial, melampaui konteks agama dan manusia tertentu. Dalam penebusan, Roh Kudus yang sama memperbarui individu secara rohani (Yohanes 3:3-5), membentuk komunitas pembaharu (Kisah Para Rasul 2), dan menggerakkan penyempurnaan karya Allah menuju langit dan bumi baru (kitab Wahyu). Dalam hal ini, dimensi rohani, sosial, dan ekologis terintegrasi.

Roh Kudus menjadi penghubung antara anugerah umum—kebaikan Allah yang melingkupi seluruh ciptaan dan tatanan moral—dan anugerah khusus dalam Yesus Kristus yang membawa keselamatan pribadi. Dengan demikian, karya penciptaan dan penebusan adalah satu kesatuan integral dalam rencana keselamatan Allah.

Pandangan di atas sejalan dengan konsep shalom yang harus dibawa gereja. Konsep shalom menjadi visi keselamatan yang holistik dan integral. Shalom mencakup harmoni antara manusia dengan Allah, kualitas fisik dan sosial kehidupan, sikap moral, dan keselamatan alam (Mazmur 85). Shalom menandakan keseimbangan relasional antara Tuhan, manusia, sesama, lingkungan, dan struktur sosial. Gangguan pada salah satu aspek ini mengganggu keseluruhan kesejahteraan.

Baca Juga: KH Miftachul Ahyar: Kepemimpinan PBNU Kini Sepenuhnya Berada di Tangan Rais Aam

Melalui spiritualitas Roh Kudus yang menghargai materialitas sebagai bagian rencana Ilahi, gereja dipanggil untuk menghadirkan shalom ekologis melalui liturgi yang menghormati ciptaan, pendidikan ekologis yang membangun kesadaran pelestarian, dan etika pemeliharaan bumi yang menegaskan komitmen moral terhadap sumber daya alam dan keadilan sosial. Partisipasi aktif dalam keadilan sosial mencerminkan kepedulian gereja pada kesejahteraan sosial dan
lingkungan yang berkelanjutan.

Tema “Kamulah Batu-Batu yang Hidup” yang diangkat dalam perayaan HUT GKJ Klasis Gunung Kidul ke-56, mengajak umat untuk berperan aktif dalam keadilan sosial dan pelestarian alam sebagai manifestasi iman yang konkret. Gereja sebagai agen perubahan menggerakkan solidaritas sosial dan kesadaran ekologis, menghidupi kearifan lokal “memayu hayuning bawana” untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Shalom yang dibawa gereja adalah damai sejahtera menyeluruh yang mencakup seluruh ciptaan, mencerminkan kesatuan karya penciptaan dan penebusan oleh Roh Kudus. Gereja bertanggung jawab membina harmoni antara manusia dan alam, menjadi batu hidup yang menopang dunia sebagai rumah bersama. (Pdt. Dr. Frans Setyadi Manurung, S.Si., M.Th., Dosen Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta,Bidang Keahlian Hermeneutik Perjanjian Baru dan Studi Pentakostalisme)

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB