opini

Likuiditas Perbankan

Selasa, 2 Desember 2025 | 19:30 WIB
Dian Ariani.

KRjogja.com - INDUSTRI perbankan Indonesia memasuki periode dinamis dengan persaingan penghimpunan dana, meningkatnya kebutuhan kredit, dan pengetatan pengawasan likuiditas oleh regulator. Rasio Loan-to-Deposit Ratio (LDR) menjadi salah satu indikator utama yang menunjukkan bagaimana bank menyeimbangkan ekspansi kredit dan kekuatan pendanaan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepanjang 2025 menunjukkan bahwa LDR industri nasional berada di kisaran 86,5%, dan secara regional sebesar 67,9%.

Dengan meningkatnya aktivitas penyaluran kredit, perbankan perlu memperkuat strategi pengelolaan likuiditas agar tekanan jangka pendek maupun jangka panjang dapat diantisipasi. Kebijakan makroprudensial longgar dari BI, seperti pelonggaran penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) dan penguatan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong kredit pada sektor prioritas dapat membantu menjaga kecukupan likuiditas industri. OJK turut menegaskan pentingnya manajemen risiko likuiditas melalui stress testing, pemenuhan buffer likuiditas, serta diversifikasi sumber pendanaan.

Memasuki 2026, arah kebijakan moneter dan proyeksi ekonomi menunjukkan peluang pertumbuhan yang cukup besar. BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2026 sekitar 5,3%, lebih tinggi dari rata-rata dua tahun terakhir. Pertumbuhan kredit 2026 ditargetkan berada di kisaran 8%–12%, didorong peningkatan konsumsi, investasi, dan sektor-sektor prioritas. Diharapkan bank masuk pada fase ekspansi kredit yang lebih agresif, tetapi harus memastikan likuiditas tetap memadai untuk menopang pertumbuhan tersebut.

Kondisi Likuiditas 2025 sebagai modal kuat dengan rasio likuiditas perbankan yang masih solid, dengan tingkat Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan AL/DPK (Dana Pihak Ketiga) jauh di atas batas minimal. Modal perbankan (CAR) juga berada pada level tinggi, memberikan bantalan terhadap potensi guncangan 2026. Namun demikian Bank perlu mewaspadai risiko di 2026. Volatilitas global (suku bunga, nilai tukar, geopolitik) yang bisa mempengaruhi preferensi deposan dan biaya pendanaan bank serta segmentasi kredit berisiko, terutama UMKM dan konsumsi, yang jika memburuk dapat menekan likuiditas melalui non-performing loan (NPL).

LDR turun terlalu rendah juga menunjukkan bank kurang optimal menyalurkan kredit, dan dana terlalu banyak tersimpan sebagai likuiditas. Konsekwensinya pendapatan bunga (NII) berpotensi menurun, efisiensi intermediasi melemah dan profitabilitas dapat tertekan. Idealnya, bank menjaga LDR di kisaran 78%–92% (agar tidak dikenakan disinsentif dari regulator), tentunya tergantung kondisi makro dan profil risiko masing-masing Bank.

Pada September 2025, Kemenkeu menempatkan dana sebesar Rp 200 triliun pada sejumlah bank plat merah anggota Himbara. Pemerintah melalui Kementrian Keuangan mengharapkan, suntikan dana ini dapat meningkatkan rasio likuiditas dan memberi ruang bagi bank untuk lebih agresif menyalurkan kredit tanpa khawatir kekurangan dana jangka pendek. Pemerintah menegaskan dana ini bukan untuk investasi surat berharga, melainkan untuk mendukung likuiditas dan kredit ke sektor riil dengan harapan mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan. Tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Bank Himbara untuk melakukan tata kelola dana yang diperoleh dengan baik.

Peluang strategis tahun 2026 yang dapat menjadi pertimbangan Bank adalah dari sisi pendanaan dengan melakukan pengembangan produk pendanaan jangka panjang, memperkuat CASA, dan pendalaman pasar keuangan serta optimalisasi portofolio dan instrument likuid BI untuk menjaga buffer likuiditas. Sedangkan dari sisi kredit fokus pada pembiayaan produktif (infrastruktur dan manufaktur pada sektor-sektor prioritas, serta UMKM), dengan selalu memperhatikan prinsip kehati-hatian agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi baik secara regional maupun nasional.

Periode 2025–2026 menjadi momentum penting bagi perbankan Indonesia untuk memperkuat fundamental likuiditas di tengah akselerasi kredit. Meski LDR belum menunjukkan tren peningkatan, koordinasi kebijakan BI dan OJK serta penguatan manajemen likuiditas internal bank membuat industri tetap berada dalam zona stabil. Dengan pertumbuhan kredit 2026 yang berpotensi agresif, bank perlu mengelola pendanaan lebih hati-hati, memperkuat diversifikasi sumber dana, dan meningkatkan ketahanan likuiditas. Keberhasilan menjaga keseimbangan LDR dan likuiditas akan menjadi kunci bagi perbankan untuk masuk ke fase pertumbuhan berkelanjutan tanpa mengorbankan stabilitas sistem keuangan. (Dian Ari Ani, SE, MM, Direktur Kepatuhan Bank BPD DIY, Bendahara ISEI DIY dan Pengurus Kadin DIY)

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB