opini

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB
Nadia Nila Sari, SE., MBA.


KRjogja.com - KONSUMEN akan menyambut masa perayaan Hari Raya Natal, demikian juga dalam beberapa hari ke depan menyambut bulan puasa diikuti Hari Raya Lebaran. Dalam moment seperti ini Perusahaan berlomba untuk meningkatan penjualan. Salah satu hal yang membuat brand menonjol adalah bagaimana mereka meningkatkan pengalaman konsumen (consumer experience).

Banyak penelitian menemukan pengaruh experience marketing terhadap niat pembelian, loyalitas dan kepuasan. Realitanya konsumen akan mengingat suatu merek hanya melalui sonic branding-nya (elemen suara yang menggambarkan identitas merek) contohnya jingle “I’m Loving it” McD atau tuning saat menonton Netflix.

Scmmitt (1999) mengidentifikasi lima dimensi dari experience, yaitu Sense, Feel, Think, Act dan Relate yang kemudian dikembangkan oleh Chen dan Lin (2015) menjadi Sensory experience (Sense) dan emotional engagement (feel) . Sensory experience melibatkan indra manusia mulai dari visual, rasa, pengecapan, pendengaran dan perabaan. Mudah untuk membangun pengalaman sensorik konsumen dalam bisnis dunia nyata, namun tidak mudah dalam dunia digital.

Buku Marketing 6.0 menulis bahwa era masa kini telah menghantar kita pada teknologi immersive. Dimana dunia digital telah menyatu dalam kehidupan konsumen. Untuk itu diperlukan teknologi dalam memfasilitasi hal tersebut. Teknologi immersive menghasilkan kelelahan dalam digital yang kemudian konsumen melakukan digital detox dengan mengkombinasikan aktifitas digital mereka dengan pada dunia nyata melalui multisensory marketing.

Multisensory marketing adalah suatu konsep dimana pemasaran secara digital juga harus melibatkan indra manusia. Dalam multisensory marketing terdapat lima komponen yaitu sight (pengelihatan) menciptakan kesan pertama, membangun persepsi bentuk dan fungsi; sound (pengedengaran) menciptaan sonic branding untuk mengingat; taste (pengecapan) menciptakan kesenangan melalui rasa, membangun loyalitas merek; smell (penciuman) membangun nostalgia dengan aroma tertentu, membangun brand dengan mengaplikasikan wangi tertentu; touch (perabaan), membangun probabilitas menjual produk, persepsi taktil berperan dalam pembentukan persepsi kualitas produk.

Tak mudah tentunya bagi dunia digital menghasilkan paparan stimulus yang lengkap ke seluruh bagian indra manusia. Namun bagaimana jika era immersive menghasilkan teknologi digital yang memenuhi ke-lima sensori tersebut?

Indra pengelihatan adalah satu diantara sensori lain yang paling mendapatkan stimulis terkuat dari teknologi saat proses pembelian melalui digital, tidak hanya melalui UI dan UX pada website, sosial media dan e-commerce, lebih jauh mendapatkan stimulus juga dari Augmented Reality dan Virtual Reality yang membantu konsumen mencoba produk secara online. Seperti website Sociolla yang menawarkan fitur AR Beauty saat konsumen mencoba kosmetik mereka. Indra kedua adalah pendengaran, melalui audio branding, sound efek pada social media atau back sound saat konsumen berbelanja diwebsite dapat mengubah mood konsumen atau membangun identitas merek.

Saat ini teknologi belum banyak yang mengexplorasi bagaimana meningkatkan experience konsumen melalui indra peraba (touch), bau (smell) dan rasa (taste), namun bukannya belum ada. Playstation misalnya mengeluarkan teknologi yang berfokus pada peningkatan sensorik touch melalui teknologi Haptic Feedback melalui joy stick mereka yang memberikan getaran yang sesuai dengan gerak dan medan games. Apple-pun sedang mengembangkan Designing Audio-Haptic Experiences, begitu juga sensorik Gerak melalui 3D accelerometer di Wii Motionplus.

Untuk pengalaman smell, Playstation lagi-lagi mengeluarkan the Game Scent untuk meningkatkan pengalaman bermain dengan aroma asap, api, senjata. Sedangkan taste, di tahun 2021 Professor Homei Mayashita dari Universitas Meiji mengembangkan prototipe layer TV disebut Taste The TV. Teknologi ini membantu penonton mencicipi rasa makanan yang ditampilkan di TV dengan menjilatnya yang berasal dari 10 kombinasi tabung rasa pada film higienis di layar.

Tentu saja pengaplikasian teknologi untuk multisensory masih terus dikembangkan. Sangat memungkinkan 5 -10 tahun kedepan konsumen dapat merasakan tekstur kain dari produk fashion yang akan mereka beli dari smartphone, mencicipi rasa makanan dari restaurant yang akan mereka kunjungi melalui gadget. Atau mencoba aroma parfum dari device sebelum memutuskan membeli.

Sementara teknologi itu belum hadir, perusahaan dapat mengaplikasikan strategi omnichannel dengan memberikan kemampuan konsumen untuk tetap melakukan showrooming / webrooming sehingga dapat memaksimal pengalaman multisensory konsumen online maupun offline. (Nadia Nila Sari, SE., MBA., Dosen Program Studi Manajemen, Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

 

 

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB