KRjogja.com – YOGYA - Dalam suasana penuh kekhidmatan dan kebersamaan, sebuah acara bertajuk "Membaca Karya Emha dan Doa Ambal Warsa Cak Nun 72 Tahun" digelar pada Minggu (25/5/2025) pukul 06.00 WIB, di Selasar Office Barat Jogja Expo Center, Jl Raya Janti Yogyakarta.
Acara ini diselenggarakan Koperasi Jasa Seniman dan Budayawan Yogyakarta (KOSETA) sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur atas perjalanan hidup dan karya-karya Cak Nun, sapaan akrab budayawan dan pemikir bangsa, Emha Ainun Nadjib, yang genap berusia 72 tahun.
Baca Juga: Mendikdasmen Abdul Mu’ti Terpukau Saksikan Unjuk Gelar Pencak Silat Pelajar di BPMP DIY
Acara ini menghadirkan pembacaan karya-karya Emha oleh berbagai tokoh lintas disiplin—penyair, akademisi, hingga budayawan.
Dari dunia kepenyairan, tampil Mustofa W Hasyim, Hamdy Salad, Latif S Nugraha, Aning Ayu Kusumawati dan Evi Idawati yang menghidupkan puisi dan narasi Cak Nun dengan lantang dan penuh penghayatan.
Sementara dari kalangan akademisi dan guru besar, tampil Prof Baiquni, Prof Suminto A Suyuti, Prof Yudaryani, Prof Panut Mulyono (mantan Rektor UGM), Prof Fathul Wahid (Rektor UII), Prof Aprinus Salam dan Prof Zuli Qodir.
Baca Juga: Festival Kuliner ‘Wonderroots’ Tampilkan Inovasi Umbi-Umbian
Mereka turut membacakan karya-karya pilihan sebagai bentuk apresiasi intelektual terhadap pemikiran dan refleksi spiritual Cak Nun yang melintasi batas akademik dan kultural.
Tak kalah menarik, para budayawan seperti Sigit Sugito, Robby Kusumahartha, Tazbir Abdullah, Yati Pesek, Risman Marah, Fajar Suharno, Yani Saptohoedojo, Charis Zubair, Arya Ariyanto, Agus Hartono, dan Lia Mustofa juga turut menghidupkan suasana dengan pembacaan yang menyentuh, memperlihatkan kuatnya jejak Cak Nun dalam dunia kebudayaan.
Acara dipandu oleh MC karismatik Dewo PLO dan Setiawan Tiada Tara yang berhasil menjaga alur dengan puitis dan penuh semangat.
Kiai Mustafid, salah satu tokoh agama yang mengenal dekat Cak Nun, menyatakan, “Cak Nun adalah tokoh yang bisa diterima oleh semua golongan. Cak Nun berani menyampaikan kebenaran dalam keadaan apa pun.”
Pernyataan ini menegaskan, keberanian dan integritas Cak Nun tidak pernah goyah, bahkan dalam situasi sosial-politik yang penuh tekanan.
Dalam berbagai kesempatan, Cak Nun kerap mengingatkan, bangsa ini tidak hanya membutuhkan pembangunan fisik, tetapi juga pembangunan jiwa.
Ia percaya, kemajuan sejati dimulai dari kejujuran, kesadaran diri, dan keberanian untuk tetap berpihak pada yang lemah. Melalui pendekatan dialogis, Cak Nun membuka ruang-ruang kontemplatif bagi masyarakat untuk memahami jati diri dan arah masa depan bangsa.