Bukan hanya itu saja, geliat ekonomi juga terasa dari sisi lahan yang digunakan untuk bibit tanaman buah. Dulu untuk menyewa tanah seukuran 1.000 meter persegi modal yang dikeluarkan cukup Rp 1 juta - 1,5 juta. Sekarang pemilik lahan mematok antara Rp 2 - 2,5 juta per 1000 meter persegi untuk masa sewa satu tahun. "Mereka mintanya harga segitu, kalau ndak mau, mereka beralasan akan menanami sendiri," kata Irul.
Tak Lagi Dikendalikan Tengkulak
Salah satu kebahagiaan yang dirasakan Irul adalah petani-petani bibit tanaman dan buah di Kebonkliwon tidak lagi dikendalikan lagi oleh tengkulak. Justru sekarang yang terjadi sebaliknya.Â
"Dulu saat belum marak jualan online, petani disini dikendalikan oleh tengkulak. Musim kemarau seperti ini mereka biasanya memberikan modal ke petani-petani, tapi pas musim hujan mereka akan membeli bibit dengan harga yang sangat murah kepada petani," ujar Irul.Â
Sekarand kondisinya justru terbalik, petani bibit yang menentukan harga sehingga tidak dikendalikan tengkulak. Para petani beralasan jika tengkulak tidak mau membeli, mereka bisa menjualnya sendiri.
Cita-cita Irul Ingin Dirikan Yayasan untuk Petani Bibit Buah di Kebonkliwon
Khoirul Soleh masih memiliki cita-cita yang ingin ia wujudkan untuk petani-petani bibit di Kebonkliwon. "Saya sering keliling daerah, kadang melihat banyak lahan yang masih kosong, eman-eman. Saya berpikir kalau lahan itu dimanfaatkan untuk menanam buah, bisa menyejahterakan masyarakat," kata Irul.
Cita-cita itu adalah mendirikan Yayasan Peduli Alam yang menjadi penghubung antara petani bibit tanaman buah di Kebonkliwon dengan pemerintah atau perusahaan dan dengan pemilik lahan yang kosong. "Misalnya pemerintah ada tanah kosong, petani di Kebonkliwon akan menyediakan bibit buah, nanti pengelolaanya di serahkan ke pemuda atau karang taruna," kata Irul.Â