SITUS makam Ratu Malang yang terletak di atas Bukit Gunung Kelir, Pleret, Bantul, Yogyakarta dibangun oleh Amangkurat I, seorang Raja Kasultanan Mataram yang memerintah pada 1646 hingga 1677. Kompleks makam dibangun selama kurang lebih tiga tahun yakni pada 1665 hingga 1668 yang kemudian diberi nama Antaka Pura yang berarti Istana Kematian atau Istana tempat menguburkan jenazah. Pada kompleks makam terdiri dari puluhan nisan yang dikelompokkan menjadi tiga bagian yakni puluhan nisan di halaman depan, satu nisan di belakang, dan beberapa nisan di halaman inti berpagar.
Puluhan nisan yang berada di Kompleks tersebut adalah para sinden dan penabuh gamelan, satu nisan dibelakang adalah pusara suami Ratu Malang dan beberapa nisan di halaman inti adalah pusara Ratu Malang dan beberapa pendereknya (pembantu).
Lalu siapakah Ratu Malang itu?
Petunjuk jalan menuju cagar budaya Ratu Malang
Juru kunci Makam Ratu Malang, Surakso Sardjito alias pak Jito secara singkat menceritakan Ratu Malang yang bernama asli Retno Gumilang adalah salah satu selir Amangkurat I yang paling cantik, paling dicintai, dan membuat Sang Raja mabuk kepayang.
Kecintaannya terhadap Ratu Malang terlalu berlebihan sehingga mengabaikan urusan negara. Selain itu puluhan selir lainnya tersingkir karena kehadirannya. Bahkan Permaisuri dibuang oleh Sang Raja lalu mengangkat Ratu Malang sebagai penggantinya. Itulah sebabnya dinamakan Ratu Malang.
"Malang (menghalangi) diantara puluhan selir. Bahkan permaisuri dibuang ke Kauman," kata Pak Jito.
Lebih lanjut, Pak Jito menceritakan bahwa Retno Gumilang sebelumnya sudah memiliki suami bernama Ki Dalang Panjang Mas, seorang dalang terkenal di era Kerajaan Mataram dan Retno tengah hamil dua bulan saat tengah terjadi 'perebutan' tersebut.
Amangkurat I terpesona dengan kecantikan sang sinden dan mengutarakan keinginannya untuk mempersuntingnya namun ditolak oleh Ki Dalang Panjang Mas. Meski begitu, Amangkurat tetap bersikukuh dan memaksakan kehendaknya.
"Ratu Malang tidak mau dibawa oleh Amangkurat, lalu mereka diundang untuk main wayang dan kemudian diracun semua (dalang, sinden, pemain gamelan), hanya tersisa Ratu Malang yang segera dijadikan permaisuri. Akhirnya dia minum racun dan mati menyusul suaminya. Cinta sejati to mbak," ungkap Pak Jito.