Susu kental manis adalah produk yang utamanya digunakan sebagai bahan pelengkap masakan. Sebab, produk ini tinggi kandungan gula dan hanya sedikit mengandung protein susu – zat yang dibutuhkan dalam tumbuh kembang anak. Meski, berdasarkan kategori pangan BPOM, produk kental manis masuk dalam kategori susu apabila memiliki kandungan protein minimal 7,5%. Maka, kental manis yang memiliki kandungan protein di bawah 7,5% otomatis disebut krimer kental manis dan tidak dapat dikatakan susu.
Damayanti mengungkapkan, sebagian besar produk kental manis yang beredar di pasar Indonesia hanya mengandung sekitar 2-3% protein susu. Memberikan susu kental manis yang minim gizi namun tinggi gula untuk anak sebagai pelengkap gizi dan pertumbuhan anak adalah keputusan yang keliru. Lebih keliru lagi bila yang diberikan adalah krimer kental manis yang jelas tidak masuk dalam kategori susu.
Faktanya, sebagian besar konsumen belum bisa membedakan mana susu dan mana krimer. Meski pada label kemasan, krimer kental manis sudah tidak mencantumkan keterangan Susu, namum kenyataannya masyarakat masih beranggapan yang putih adalah susu, susu kental manis dan krimer kental manis seolah tak ada bedanya. Â
Jika memperhatikan rak pajangan di minimarket, susu kental manis dan produk kental manis berbagai merek pun dipajang berdampingan. Seolah mereka adalah kelompok yang sama. Hal ini turut membentuk menyesatkan persepsi masyarakat, susu kental manis dan krimer kental manis adalah susu. Pada akhirnya, pertimbangan harga akan menentukan pilihan konsumen. Tentu saja, krimer kental manis memiliki harga lebih ekonomis dibanding susu kental manis.
Kesalahan tersebut tidak dapat sepenuhnya ditimpakan pada konsumen yang tak jeli membaca label. Gerakan bijak membaca label baru dikampanyekan dua tahun terakhir ini. Sementara brainstorming konsumen oleh produsen melalui iklan dan promosi yang seolah-olah menunjukkan krimer kental manis adalah susu bergizi untuk keluarga telah berlangsung selama berpuluh-puluh tahun.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menyampaikan bahwa pada label produk kental manis harus memuat secara jelas informasi kandungan dan untuk apa produk ini seharusnya digunakan. “Itu menyesatkan konsumen karena itu akhirnya dikonsumsi konsumen itu gula bukan susu,†ujar Tulus.
Untuk itu, Tulus meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memperbaiki terminologi kental manis guna menghindari kebingungan masyarakat. (Fon)