Beberapa antibiotik yang biasanya diresepkan dokter untuk mengatasi infeksi bakteri penyebab maag ini, antara lain amoxicillin, clarithromycin, metronidazole, tetracycline, atau tinidazole.
Perlu diperhatikan bahwa penggunaan obat ini harus diawasi oleh dokter, karena bisa menyebabkan resistensi antibiotik jika sembarangan diminum.
Resistensi antibiotik menandakan bahwa bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik sehingga obat ini tidak lagi ampuh. Selain resistensi, penggunaan antibiotik juga bisa menimbulkan efek samping seperti mual dan muntah.
Obat sakit maag selanjutnya yang bisa Anda jadikan sebagai pilihan adalah H2 blocker. Obat ini bekerja dengan menghambat naiknya efek histamin di dalam tubuh.
Contoh obat yang mengandung penghambat reseptor H2 yaitu raniditine, famotidine, cimetidine, dan nizatidine.
Obat golongan ini, terutama ranitidine, sempat ditarik peredarannya oleh BPOM karena efeknya dinilai berbahaya. Namun, ranitidine kini telah terbukti aman dan kembali boleh digunakan.
Meski demikian, risiko efek samping tetap ada, seperti sembelit, diare, sakit kepala, dan mulut kering.
Obat ini bisa dikonsumi sebanyak 1 2 kali sehari sebelum atau sesudah makan untuk menghindari risiko efek sampingnya. Seperti antasida, tidak semua orang boleh minum obat sakit maag ini.
Mereka yang memiliki gangguan ginjal atau menjalani diet rendah kalsium maupun garam harus berkonsultasi kepada dokter untuk memastikan apakah mereka boleh meminumnya.
Selain 3 jenis obat di atas, ada pula beberapa jenis obat lain untuk mengatasi maag, sesuai dengan pemicunya.
Sangat direkomendasikan untuk berkonsultas dengan dokter atau ahli medis agar bisa mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat. (*)