Selanjutnya, melakukan imunisasi kejar untuk mengurangi jumlah anak tidak diimunisasi/belum lengkap imunisasinya.
"Untuk anak-anak yang waktu bayi mungkin terlewat, enggak dapat, bukan berarti sudah selesai. Bisa dikejar di balitanya, bisa dikejar waktu di bawah 3 tahun, dikejar waktu di balita. Jadi waktu anak itu masuk sekolah diharapkan imunisasinya udah lengkap, walaupun tidak ideal," katanya.
Kemudian, melakukan imunisasi tambahan massal (ORI) untuk menutup kantong imunisasi dan menekan potensi transmisi penularan, penguatan mikroplaning (penyusunan rencana kerja), dan monitoring evaluasi program imunisasi. Lalu peningkatan kualitas tenaga kesehatan imunisasi melalui berbagai workshop, orientasi dan pembekalan/pelatihan, penggunaan sistem pencatatan dan pelaporan berbasis elektronik (SMILE, ASIK).
Dari sisi demand antara lain sosialisasi dan edukasi melalui pengembangan materi KIE dengan pendekatan sosio kultural, pemberdayaan keluarga dan masyarakat melalui penguatan kader, Human centre Design (HCD), inter personal communication (IPC), serta pelibatan lintas sektor dalam percepatan imunisasi.
Prima melaporkan, capaian imunisasi dasar lengkap yaitu imunisasi yang harus diberikan kepada anak-anak sebelum ulang tahun pertama, cakupan secara nasional mencapai 95,4%. Namun pada imunisasi baduta lengkap angkanya 86,3%.
Baca Juga: Penyebaran Literasi Digital Perlu Melibatkan Keluarga
"Artinya ada anak-anak yang waktu dia bayi dapat, lewat 1 tahun ibunya lupa atau bagaimana, tidak lagi membawa ke tempat imunisasi," katanya.
Beberapa alasan orangtua tidak membawa anaknya untuk diimunisasi, kata Prima, 38% karena takut imunisasi ganda. Adapun alasan lain sebanyak 12% ialah takut efek samping, demam, dan sebagainya. (Ati)