Artinya apa yang dia terima di sekolah bisa dia pakai dalam kehidupan sehari hari. Oleh sebab itu proses pembelajaran di sekolah dan di rumah itu harus berjalan seimbang.
Disinilah peran orangtua dibutuhkan. Bagaimana orangtua menyepakati kemerdekaan anak untuk belajar sesuai dengan minatnya, bukan minat orangtua.
Bagaimana anak bisa belajar dengan menyenangkan versi anak, bukan versi orangtua, serta bagaimana bakat dan minat anak mendapat dukungan dari orangtua karena minat anak, bukan minat orangtua.
Dukungan orangtua akan sangat penting untuk membentuk moral anak dan tenaga pengajar, bahwa kesepakatan ini akan membuat sekolah, anak dan orang tua berada dalam satu frame berfikir yang sama bahwa fokus belajar adalah berdasar pada bakat dan minat siswa.
Hingga tidak adalagi bias pemahaman anak ipa lebih pintar dari anak ips dan sebaliknya, atau orangtua yang lebih bangga anaknya mendapat nilai 8 di pelajaran matematika padahal nilai seni rupanya mendapat nilai 9.
Merdeka belajar bukanlah sistem pengajaran baru, semangat Ki Hadjar Dewantara untuk mengupayakan anak yang bahagia saat belajar perlahan melemah digempur jaman.
Semangat ini juga yang harus kita upayakan bersama dengan kreativitas dan tidak menyerah pada keterbatasan. Setiap generasi memiliki tantangannya sendiri sendiri.
Tapi kemerdekaan adalah hak setiap generasi, termasuk kemerdekaan dalam memilih apa yang menjadi minat dan bakat dalam belajar. Sangat disayangkan jika kemerdekaan ini justru dibelenggu oleh sekolah itu sendiri karena alasan keterbatasan fasilitas dan fasilitatornya.
Atau bahkan orang tua yang sesungguhnya paling bertangggung jawab atas anaklah, yang mematahkan semangat merdeka belajar itu sendiri karena belum berada di satu frame berpikir yang sama. (*)
Maria Kumalasanti, S.E, M.BA
Dosen STIE SBI Yogyakarta,
Designer, MC dan ibu 3 orang anak.