Halal BI Halal ?

Photo Author
- Kamis, 20 Mei 2021 | 14:43 WIB
Mamdukh Budiman
Mamdukh Budiman

Halal BI Halal ?

Oleh : Mamdukh Budiman

Dosen Bahasa Arab dan Peradaban Islam Fakultas Bahasa dan Budaya Asing (FBBA) Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus)

KEGIATAN Halal Bi Halal (HBL) atau syawalan masih menjadi pro kontra meski banyak pro-nya. Ada sementara dari kalangan yang menentang kegiatan ini apabila isinya adalah kegiatan saling memaafkan, dengan alasan bahwa mengkhususkan maaf hanya pada Hari Raya Eid Mubarak atau Idul Fitri itu tidak dibenarkan secara syariat (bid'ah).

Terlepas dari itu semuanya menyadari bahwa tujuan Halal bi Halal adalah mengharmoniskan hubungan kekerabatan konsep tauhid sosial

Ditinjauan Versi Bahasa Arab , Halal bi Halal istilah ini asli “made in” Indonesia dan tidak dikenal di dunia Arab, apalagi di dunia Islam lainnya. Namun tidaklah meniscayakan istilah ini tidak benar secara Arabic. Dalam ilmu Bahasa Arab sering dijumpai teori izhmâr (sisipan spekulatif pada kalimat). Setidaknya ada dua cara agar istilah Halal bi Halal ini benar secara bahasa dengan pendekatan teori tersebut. Hal ini merupakan teory deep structure dan surface structure dalam ilmu morfologi dan syntaksis.

Pertama Halal bi Halal menjadi: thalabu halâl bi tharîqin halâl; mencari kehalalan dengan cara yang halal. Kedua, halâl "yujza'u" bi halâl; kehalalan dibalas dengan kehalalan.

Makna filosofis Halal bi Halal berdasarkan teori izhmâr tersebut dengan analisa pertama (thalabu halâl bi tharîqin halâl) adalah: mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan. Atau dengan analisis kedua (halâl "yujza'u" bi halâl) adalah: pembebasan kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan dengan cara saling memaafkan.

Sementara dalam teori Semiotics, adanya text (speech or writing) itu bermula berada dalam mind usernya. Tidak ada yg mengetahui textnya (isi hati/pikiran) karena belum diekspresikan, lisan atau tulisan. Namun pada saat diekspresikan, sebuah text akan bercampur dengan conteks yang selalu nempel pada text. Tidak ada text tanpa context.

Conteks ini berupa situasi, suasana, kejiwaan, sosial, lingkungan pada saat text meluncur dari usernya. Dalam bahasa Jawa Conteks ini sangat mewarnai pada setiap kata dan susunan kalimat.

Pada saat masih di dalam mind, itu berupa kata aku dan kamu, namun pada saat keluar dari mulut penggunanya bisa menjadi kulo, dalem, sampeyan, kowe, panjenengan yang semua itu tergantung contextnya, dlm hal ini social context. Belum lagi, susunan kalimat, irama/alunan bahasa, dan body language.

Salah satu fungsi bahasa adalah perekat sosial. Pada saat keluar rumah, melewati rumah tetangga yang kebetulan sedang berdiri di depan rumah, kita menyapa dengan ekspresi nyuwun sewu bu, mboten tindakan bu?. Atau ekspresi lain, bentuk basa basi sosial yang perlu dilakukan sebagai perekat sosial yang perlu dijaga.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: tomi

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X