Memahami Substansi Peringatan Hari Kartini

Photo Author
- Selasa, 21 April 2020 | 07:14 WIB
Adegan di film Kartini karya Hanung Bramantyo
Adegan di film Kartini karya Hanung Bramantyo

Oleh : Dra Esti Susilarti MPd

Pemerhati isu kesetaraan dan keadilan jender

TIDAK banyak yang ingat bahwa Raden Ayu Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional, melalui Keputusan Presiden RI, No: 108 Tahun 1964, 2 Mei 1964. Atau 60 tahun setelah pejuang emansipasi perempuan itu wafat pada usia 25 tahun, 17 September 1904.

Selanjutnya, Bangsa Indonesia secara formal merayakan Hari Kartini, setiap hari lahirnya, 21 April. Bangsa Indonesia juga memperingati Hari Ibu setiap 22 Desember, sebagai tonggak kebangkitan perempuan berperan aktif di kancah organisasi yang politis.

Bahkan akhir-akhir ini lazim merayakan Hari Perempuan se-Dunia, 8 Maret - yang bersifat worldwide terhadap isu-isu perempuan sedunia yang kemudian ditarik pada isu nasional. Tiga ‘hari perempuan’ ini agaknya tak menimbulkan kerancuan substansi. Tetapi apa dan bagaimana ‘ruh’ masing-masing semakin lama semakin kabur?

Secara acak penulis meminta satu kelas mahasiswa ilmu sosial -- generasi milenial -- mencoba menuangkan apa perbedaan ‘tiga hari perempuan’ tersebut . Rata-rata jawaban, jauh panggang dari api. Dalam arti mereka tidak tahu, meskipun diberi kebebasan akses internet.

Pro-kontra Semakin minimnya pemahaman terhadap substansi terutama pada peringatan Hari Kartini inilah yang semakin membawa pro-kontra : bermakna atau tak bermakna, untuk memperingati Hari Kartini. Apalagi bagi kalangan milenial, yang menikmati hidup serba mudah pada era boderless line dan wordwide.

Sulit bagi millenials membayangkan betapa kuatnya ‘tembok’ budaya pingitan yang harus diterima secara patuh sebagai upaya ‘kebaikan’ bagi anak perempuan. Politik budaya yang sangat patriarkhis, telah melemparkan perempuan pada sub-ordinate yang menghadirkan perempuan bagai boneka pada tingkatan sosial atas.

Sedang pada tingkat menengah hadir perempuan tanpa daya tawar. Pada kelas bawah, perempuan tak hanya tanpa posisi tawar, tapi miskin dan tereksploitasi secara fisik dan psikis. (Sulastin Sutrisno, 1985) Kesensitifan mata hati Kartini terhadap perempuan pada zamannya, membuahkan logika intelektual bahwa dasar untuk berdaya dan pemberdayaan adalah kesempatan untuk menuntut ilmu pengetahuan.

Jika diterjemahkan secara tekstual, perempuan harus mencerdaskan diri melalui olah pikir dan olah rasa agar mampu/berdaya berolah karsa dan karya. Suatu pemikiran yang terasa tidak mungkin dilaksanakan, karena melawan budaya, norma dan adat. Istilah diskriminasi yang datang dari Barat, menjadi kata yang tepat untuk melukiskan kondisi perempuan saat itu.

Kartini mendobrak melalui pintu emansipasi atau kesetaraan antara perempuan dan laki-laki untuk masuk pada dunia ilmu pengetahuan yang dinyatakan pada konsep pendidikan melalui sekolah. Pendidikan ini yang akan menghantar perempuan dari tidak tahu, menjadi tahu, tahu secara benar, kemudian mampu mengembangkan untuk pemberdayaan dan martabat manusia.

Tak salah Presiden Pertama RI, Soekarno, menetapkan Kartini sebagai pahlawan motivasi dan mentalitas. Cita - cita, tekad, ide-ide besar dan dan perbuatannya -- telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan perempuan dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan, Kartini mampu menggugah kekeliruan tatanan sosial budaya politik.

Tak hanya perempuan tetapi juga laki-laki. Sebab diskriminasi hanya akan lepas jika ada pemahaman dan good will kedua belah pihak. Persamaan Hak Perempuan Indonesia saat ini telah menikmati apa yang disebut persamaan hak tersebut pada tingkatan tertentu.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: agung

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X