Berdasarkan hal tersebut, hukum ekonomi menjadi pijakan aktivitas bisnis peternak berita bohong untuk memroduksi berita bohong. Melihat keuntungan finansial menggantung di pelupuk mata, menyebabkan para peternak berita bohong bersemangat mengawinsilangkan berbagai varietas berita bohong.
Goreng-menggoreng
Jenis varietas berita bohong yang digemari pasar ketika isinya bersinggungan realitas sosial kemasyarakatan. Beririsan situasi ekonomi dan kebudayaan. Aktivitas goreng menggoreng berita bohong berbahan baku politik pun laris manis di pasar like dan share. Atas dasar teori penawaran dan permintaan, peternak berita bohong menghidangkan ramuan tematik: politik, ekonomi, sosial dan budaya dalam kemasan yang seksi. Ramuan tematik tersebut dilempar ke medsos. Dihadirkan secara lezat dalam sajian berita bohong bercita rasa gurih dan kemripik.
Peternak berita bohong lewat gorengannya senantiasa merayu target sasaran. Mereka meminta pengguna medsos rajin menekan tombol jempol like. Mereka merangsang pengguna medsos untuk aktif ngeklik ikon bertuliskan share. Lalu mereka menjalankan aksi gendam visual. Di bawah pengaruh gendam visual, mereka memerintahkan kepada siapa pun untuk berbagi sebanyak mungkin.
Jika berita bohong dikonsumsi terus menerus, menyebabkan rakyat Indonesia menderita jiwa raganya. Untuk itu, dalam momentum peringatan Hari Kebangkitan Nasional, ajakan mengikis buta budaya literasi lewat program pemajuan budaya literasi layak didukung. Sebab sejatinya program tersebut ingin membawa rakyat Indonesia pada sebuah kondisi sehat jasmani dan rohani.
(Dr Sumbo Tinarbuko. Pemerhati Budaya Visual dan Dosen Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Jumat 25 Mei 2018)