DUA dekade yang lalu, Mei 1998, berbagai elemen bangsa yang dimotori mahasiswa bergerak menuntut perubahan tatanan pemerintahan negeri ini. Dinamika gerakan mahasiswa kala itu tak hanya didominasi Jakarta. Tanggal 5 Mei 1998, dalam waktu yang hampir bersamaan, mahasiswa di Yogyakarta dan Medan mulai bergerak. Pergerakan aksi yang mau tidak mau harus menghadapi kekuatan aparat keamanan. Akibatnya bentrokan fisik tak lagi terelakkan.
Bentrokan demi bentrokan terjadi. Akhirnya, kerusuhan meletus di Yogyakarta. Puncaknya terjadi 8 Mei 1998. Saat itu, usai salat Jumat, sekitar 5.000-an mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan demonstrasi besar di Bundaran Kampus UGM. Demonstrasi berlangsung tertib. Mahasiswa menyampaikan protes atas kondisi perekonomian yang semakin terpuruk dan merosotnya kepercayaan publik pada pemerintah.
Tak hanya mahasiswa UGM, mahasiswa di beberapa kampus lain di Kota Pelajar ini juga bergerak. Antara lain dari Universitas Sanata Dharma (USD) dan IAIN (sekarang Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga/UIN Suka). Jalan Gejayan berubah mencekam dan menjadi lautan demonstran. Bentrokan yang terjadi akhirnya memakan korban. Moses Gatotkaca, mahasiswa Fakultas MIPA (sekarang Fakultas Sains dan Teknologi) USD ditemukan tewas bersimbah darah di ruas jalan sebelah selatan Kampus Mrican USD. Nama Moses Gatotkaca kemudian diabadikan sebagai nama jalan tersebut.
Dinamika Sejarah
Gerakan mahasiswa Indonesia memiliki sejarah panjang. Lahirnya pergerakan nasional dan Sumpah Pemuda dipelopori mahasiswa yang notabene kaum cendekiawan. Di era kemerdekaan, gerakan mahasiswa melalui Angkatan 66 tampil mendukung lahirnya Orde Baru. Kemesraan mahasiswa dengan pemerintah Orde Baru tak lama berakhir akibat rusuh politik Malari 1974. Rezim penguasa sadar akan potensi gerakan mahasiswa yang dapat menggoyang kekuasaan sehingga ditempuh langkah-langkah deradikalisasi. Akibatnya intensitas gerakan mahasiswa menurun. Aksi mahasiswa sempat muncul kembali tahun 1980-an dengan mengusung isu korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Pemerintah kemudian menyikapinya dengan mengeluarkan peraturan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Sejak itu semua aktivitas mahasiswa berada di bawah kontrol ketat pemerintah melalui rektor. Dalam perkembangannya, gerakan mahasiswa sebenarnya diam-diam tetap tumbuh walaupun dalam kelompok-kelompok kecil. Perjuangan mahasiswa kembali meledak tatkala Reformasi 1998. Gelombangnya persis seperti yang terjadi tahun 1966.
Common Sense
Setelah dua dekade reformasi, gerakan mahasiswa dirasa mulai surut. Entah karena proses akademik yang semakin menuntut jam terbang tinggi atau ada pergeseran pola perilaku mahasiswa yang menjadi cenderung apatis. Kemapanan ekonomi dan kemajuan teknologi informasi diduga juga menjadi penyebab meredupnya gerakan mahasiswa. Makna idealisme perjuangan mahasiswa akhirnya mengalami degradasi dan disorientasi. Akan tetapi ini tak berarti kepekaan mahasiswa terhadap berbagai persoalan bangsa sudah lenyap.