Kebijakan Presiden, Kemiskinan dan Pendidikan

Photo Author
- Senin, 12 Maret 2018 | 09:53 WIB

KEMISKINAN merupakan permasalahan sosial dan ekonomi yang berderivasi menjadi masalah-masalah sosial. Kabar baiknya, tampaknya pemerintah telah bersungguh-sungguh dalam mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Bahkan memutus mata rantai kemiskinan melalui program bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat dan perhatian yang lebih terhadap masyarakat marginal.

Melalui Program Keluarga Harapan (PKH), pemerintah membulatkan tekad untuk dapat memutus matarantai kemiskinan antar-generasi. Pogram pengentasan kemiskinan semacam ini akan melindungi, mendukung, dan memotivasi masyarakat prasejahtera. Sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasar, mengubah sikap mental lemah, dan gigih berjuang untuk memberikan pendidikan sekaligus pengasuhan terbaik bagi anak-anak.

Pendidikan

Sejauh ini, kita masih sangat percaya bahwa memutus mata rantai kemiskinan yang ‘diwariskan’ hanya dapat ditempuh melalui pendidikan. Konsekuensi logisnya, penerima bantuan sosial PKH harus menyekolahkan anak-anak SD- SMA atau sederajat. Melalui tahapan verifikasi yang ketat, dana bantuan sosial akan cair ketika presensi anak sekolah mencapai minimal 85%. Diharapkan, keberadaan PKH dapat memotivasi anak dan orangtua untuk mengakses fasilitas pendidikan. PKH, dengan demikian telah berkomitmen untuk mencegah angka kejenuhan belajar dan drop out.

Kenyataan ini sebenarnya merupakan angin segar. Terlebih, Presiden Jokowi minta rupiah untuk PKH naik duakali lipat. Meski masih sebatas permintaan, akan tetapi sikap Presiden Jokowi tegas mendukung keluarga prasejahtera untuk meningkatkan taraf dan kualitas hidup mereka. Di sisi yang lain, permintaan Presiden Jokowi juga membuka harapan bagi peningkatan cakupan bantuan sosial PKH. Jika memungkinkan, alangkah bijaksana jika PKH memperluas spektrum untuk memberikan bantuan sosial kepada anak dari Keluarga Penerima Manfaat (KPM) untuk dapat mengakses pendidikan tinggi di universitas.

Hingga saat ini, anak-anak KPM PKH yang sudah lulus SMA atau sederajat, sudah dinyatakan non eligible (tidak lagi menjadi peserta PKH). Padahal, tidak sedikit dari lulusan SMA yang ingin melanjutkan ke universitas, namun terkendala biaya. Andai pemerintah memiliki porsi dana berlebih, alangkah baiknya bila anak KPM yang sudah lulus SMAdan diterima di Perguruan Tinggi Negeri dapat dibantu oleh negara demi berjuang memutus matarantai kemiskinan.

Lulusan Perguruan Tinggi akan lebih memiliki daya dalam memutus mata rantai kemiskinan. Selain memiliki prospek untuk bekerja dengan upah yang standar, lulusan Perguruan Tinggi akan mampu mengembangkan soft skill sebagai bekal mencapai kemandirian dan kehidupan layak.

Usia Pernikahan

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X