Menjadikan Yogyakarta Bebas ’Klithih’

Photo Author
- Kamis, 8 Februari 2018 | 07:54 WIB

PERILAKU menyimpang berupa klithih masih belum lenyap dari Yogyakarta. Dalam dua bulan pertama tahun 2018, sudah ada 2 kejadian yang berkaitan dengan perilaku klithih. Pada 4 Januari 2018, seorang pengendara mobil yang sedang melintas di jalan Sembuh Kidul Sidomulyo, Sleman, terkena lemparan batu seberat 2 kg. Pelakunya adalah dua orang yang masih berstatus pelajar SMA. Korban akhirnya meninggal dunia akibat luka parah akibat batu yang menghantamnya. Polisi berhasil meringkus pelaku. Berdasarkan keterangan aparat, aksi dilakukan dalam pengaruh alkohol dan obat penenang. Jadi antara korban dan pelaku sama sekali tidak saling mengenal. Kejadian ini menunjukkan bahwa cah klithih bisa memakan korban siapapun juga.

Pada awal bulan ini, tepatnya 2 Februari 2018, seorang satpam menjadi korban sabetan senjata tajam cah klithih. Saat melintasi di Jalan Pundong, Tirtodadi, Sleman, tiba-tiba dirinya diserang orang yang tidak dikenal. Akibatnya, lengan kanannya mengalami luka bacok yang cukup dalam (Merapi, 3/2) Sampai tulisan ini dibuat, pelaku masih belum dapat diamankan oleh aparat penegak hukum.

Komprehensif

Beragam teror klithih ini membutuhkan penanganan segera dan komprehensif. Strategi penanggulangan klithih harus dilakukan lintas sektoral sehingga mampu menjangkau dasar permasalahannya. Baik menyangkut aspek pendidikan, ekonomi, hukum, dan aspek lainnya. Sebab jika hanya menggunakan satu pendekatan saja, solusi yang dihasilkan akan bersifat parsial. Akibatnya manfaat yang didapatkan tidak dapat bertahan lama.

Dilihat dari perspektif pendidikan, institusi sekolah perlu untuk meningkatkan kontrol terhadap siswanya. Sekolah pasti memiliki catatan terhadap siswa-siswa yang dianggap berpotensi melakukan klithih. Misalnya siapa saja siswa yang sering berbuat onar, pernah kedapatan mengonsumsi obat-obatan terlarang dan miras, berperangai negatif dan sebagainya. Terhadap mereka, sekolah memiliki tanggung jawab mengarahkan agar siswa tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum. Sementara terhadap siswa yang pernah terlibat klithih, perlu dilakukan program deradikalisasi agar perilaku negatifnya tidak menyebar. Sebab jika tidak, pelaku dapat menularkan perilaku buruknya kepada temantemannya.

Selain sekolah, keluarga wajib mendidik anggotanya agar tidak nakal. Sebab sebaik apapun nilai moral yang diajarkan di sekolah, jika tidak ditindaklanjuti dalam lingkup keluarga, nilai-nilai kebajikan tersebut akan menghilang begitu saja.

Faktor ekonomi juga perlu digarisbawahi. Harus diakui, cah klithih tidak hanya berasal dari keluarga yang kekurangan. Banyak juga pelaku yang secara ekonomi berkecukupan. Bagi pelaku klithih yang melakukan aksinya akibat dorongan ekonomi, maka patut dipikirkan bagaimana agar masalah ekonominya (keluarganya) dapat terselesaikan. Misalnya memberikan beasiswa, pekerjaan yang layak untuk orang tuanya atau yang lain.

Infrastruktur

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X