Ikhtiar Pengamen Jalanan

Photo Author
- Rabu, 17 Januari 2018 | 07:47 WIB

MENJADI pengamen tentu bukanlah profesi yang menyenangkan, seringkali muncul dari tekanan hidup dan keputusasaan. Namun tidak demikian halnya dengan Sujud Sutrisno, mengamen adalah sebuah ikhtiar yang suci dan wigati, karena mampu membucahkan kebahagiaan dan tawa bagi orang lain. Dengan berbekal kendang ketipung, ia melahirkan lirik-lirik musik yang lucu dan segar. Mendengarkan lirik-lirik lagu dari Sujud, maka kita dapat melihat gambaran hidupnya yang sederhana dan polos.

Bondet Wrehatnala (2005) menjelaskan bahwa awal pertama kali Sujud meneguhkan hidup sebagai pengamen keliling dimulai pada tahun 1967. Sujud lahir dari ayah seorang seniman karawitan, Wirosumito, yang bekerja sebagai pengamen cokek. Ibunya yang bernama Ruminten adalah seorang pesinden. Sujud, sejak kecil sudah terbiasa ikut orang tuanya mencari nafkah dengan bermain musik karawitan (cokekan).

Karena itu, saat ia memutuskan untuk mengamen, hal tersebut dilakukannya dengan iklas dan tanpa beban. Kelebihan Sujud adalah mampu mengolah lirik-lirik dengan cerdas, kreatif dan tak terduga. Dengan gayanya yang spontan, ia mengolah kejadian hidup sehari-hari menjadi banyolan. Lambat laun, nama Sujud semakin dikenal. Ia pernah mendapat tawaran bermain dalam film berjudul Pelajaran Cinta (1979), berperan sebagai pengamen dengan bintang utamanya Rano Karno dan Lydia Kandau. Wahyu Hidayat (1997), menceritakan bahwa lewat perannya tersebut, Sujud mendapat honor 60.000 rupiah. Jumlah yang cukup banyak bagi Sujud di zaman itu.

Internasional

Kehadiran Sujud justru mampu memukau penonton dengan kopolosan-keluguannya bernyanyi dan kelincahannya bermain kendang, saat terlibat dalam acara bertajuk The First International Drum Festival(1992), sebuah forum internasional yang cukup bergengsi. Permainan kendang Sujud, jika didengar secara sekilas memang nampak asal, namun jika dicermati lebih dalam, ternyata memiliki pola dan hentakan-hentakan yang khas dan unik. Lantunan vokal disertai dengan aksentuasi bunyi kendang, keduanya saling melengkapi dan mengisi.

Barangkali, Sujud adalah satu-satunya pengamen yang memiliki zaman keemasan, dikenal dan diingat sebagai musisi jalanan yang tak lekang oleh waktu. Kehadirannya memberi arti bagi kehidupan masyarakat Yogyakarta. Sujud adalah katalisator yang mengingatkan kita tentang arti kesederhanaan hidup, ia mencerminkan karakter dan ciri orang Yogya yang egaliter dan santun.

Kendatipun berprofesi sebagai seniman jalanan, Sujud beberapakali mencicipi berbagai forum musik bergengsi tingkat internasional. Salah satu di antaranya adalah forum Asian Composer League di Yogyakarta (1998-1999). Dalam forum itu Sujud bersanding dengan komposer dan musisi-musisi Asia. Sujud bersama Sapto Raharjo juga pernah tampil dalam gelaran bertajuk Spektakuler Elektro Orchestra Multi Media Amazing Gray (2002).

Penghargaan

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X