BANSER ikut mengamankan Natal. Puluhan ribu Umat Islam menggelar Aksi 1712 Bela Palestina yang berlangsung damai di Kawasan Monas Jakarta, Minggu (17/12). Itulah dua berita yang dilansir media baru-baru ini. Dua berita tersebut layak dicatat sebagai momentum selebrasi Islam cinta damai. Yakni Islam yang rahmatan lil-alamin. Bukan Islam yang dicitrakan agitatif atau gemar perang dan menebar kebencian yang menakutkan masyarakat luas.
Di era global ini, peristiwa seperti aksi yang diikuti banyak massa bisa langsung disaksikan oleh masyarakat di seluruh pelosok dunia. Karena itu, masyarakat luas sempat khawatir, karena di dalam benaknya terbayang aksi-aksi besar yang pernah berlangsung di Libya, Suriah dan Yaman yang ternyata memicu perang saudara.
Dengan adanya aksi-aksi yang berlangsung damai, bangsa dan negara kita ternyata memang sangat berbeda dengan bangsa dan negara yang hancur oleh perang saudara yang diawali dengan aksi-aksi agitatif dan anarkhis. Karena itu, kalau misalnya aksi damai yang lebih besar digelar lagi pasti akan lebih elegan dan menjadi momentum spektakuler selebrasi Islam cinta damai.
Membawa Berkah
Sejak dulu, selebrasi Islam cinta damai di negeri ini terus menerus dihiasi dengan tradisitradisi religius yang humanistik. Misalnya, tradisi tahlilan dan pengajian yang digelar banyak warga Nahdlatul Ulama (NU) selalu berlangsung damai.
Sebagai ikhtiar meneguhkan Islam yang cinta damai, aksi damai layak dihormati semua pihak. Misalnya, ke depan bukan tidak mungkin aksi besar-besaran menjadi agenda silaturahim nasional atau bahkan internasional secara rutin. Jika hal ini bisa terwujud, perputaran ekonomi tentu lebih cepat dan membawa berkah bagi banyak pihak.
Untuk konteks era global, ketika masyarakat terjebak dalam sosial media tapi makin cenderung antisosial atau makin sulit untuk bertatap muka, aksi damai besar-besaran menjadi sangat relevan sebagai agenda silaturahim langsung antarindividu maupun antarkelompok. Untuk konteks sekarang, urgensi meneguhkan Islam cinta damai layak dipelihara dengan cerdas agar tidak direduksi kepentingan politik yang kontraproduktif. Sejak dulu, setiap ada acara yang digelar untuk menyatukan Umat Islam, selalu ditunggangi kepentingan politik.
Lebih konkretnya, selalu ada pihak, biasanya yang sedang dirundung kekalahan dalam kontestasi politik, ingin bermanuver politis dengan memanfaatkan Umat Islam. Jika manuver politis tersebut mendapat respons dari Umat Islam yang juga merasa kalah, buntutnya akan lahir partai baru. Partai yang seolah-olah lebih islami dibanding partai-partai yang sudah ada.