TANPA disadari, industrialisasi berbasis sejarah budaya dan kepariwisataan di Yogya telah menggerus luas areal pertanian pangan. Argumen yang mendasari karena luas area pertanian pangan di Yogya hanya sekitar 100 ribu hektare yang berarti kurang dari 30% dari seluruh luas Yogya. Ironisnya, dari sisa areal itu tidak semuanya menjamin kualitas dan kuantitas kesuburan sehingga pertanian pangan semakin berkurang. Konsekuensinya yaitu ketidakmampuan menghasilkan produksi pangan untuk pemenuhan kebutuhan domestik.
Artinya, surplus pangan di Yogya kian langka dan pasokan dari daerah lain semakin tinggi. Fakta ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Yogya, bahkan Jawa Tengah yang dikenal sebagai lumbung pangan juga mengalaminya. Karenanya beralasan jika isu pertanian pangan bisa dijual saat pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019.
Tidak Migrasi
Jika dicermati sebenarnya ada banyak faktor yang memicu fenomena di atas. Menjadi pas, tema Hari Pangan Sedunia atau World Food Day 2017 adalah Change the future of migration. Invest in food security and rural development, yang pada dasarnya terkait komitmen membangun perdesaan. Karena mata rantai dari sukses pembangunan perdesaan akan mereduksi terjadinya migrasi dan selanjutnya akan bisa terjaga ketahanan pangan. Argumen yang mendasari karena penduduk perdesaan yang berpencaharian sebagai petani tetap konsisten mempertahankan ritme kehidupannya dan tidak migrasi ke kota yang menjanjikan glamour dan perubahan hidup.
Tidak bisa disangkal bahwa pertanian ada di desa dan karenanya tanggung jawab untuk menjaga ketahanan pangan sebenarnya adalah warga perdesaan. Aspek mendasar yang harus diperhatikan adalah bagaimana mempertahankan daya tarik desa bagi warganya untuk terus bertani dengan jaminan nilai tukar pertanian tetap tinggi dan bisa meningkatkan taraf hidup pertanian dan rumah tangga pertanian di perdesaan. Jika hal ini terabaikan maka jangan salahkan warga perdesaan bermigrasi ke perkotaan untuk mencari perbaikan hidup yang lebih mensejahterakan.
Urgensi terhadap ketahanan pangan pada dasarnya dapat dicapai dengan dua cara yaitu pasokan dan harga pangan. Penjelasan tentang pasokan terkait dengan kuantitas dan juga kualitas sehingga persepsiannya adalah ketersediaan pangan secara mudah dan murah. Aspek kuantitas pangan tidak terlepas dari jaminan pertanian pangan di perdesaan dan hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk merealisasikannya. Alokasi dana desa pada dasarnya juga bisa diterapkan untuk mendukung pembangunan pertanian di perdesaan melalui berbagai kegiatan produksi dan produktif, terutama yang berbasis potensi sumber daya lokal dan kearifan lokal.
Urgensi terhadap jaminan kuantitas dan kualitas pangan pada dasarnya adalah untuk bisa menjaga keseimbangan demand - supply. Meski demikian, ketidakseimbangan ini harus juga ditutup dengan impor pangan. Yang justru ironi, beberapa komoditi pangan justru diimpor setiap tahun sehingga hal ini berpengaruh terhadap neraca perdagangan - devisa dan juga kesejahteraan petani. Argumen dibalik impor pangan tidak bisa terlepas dari rendahnya minat petani untuk menanam sejumlah komoditi pangan dan tentunya hal ini terkait dengan kewajaran harga jual kepada petani.
Tantangan