Krisis Intelektual?

Photo Author
- Kamis, 12 Oktober 2017 | 23:43 WIB

PUKULAN telak seakan menghajar dunia intelektual. Kalangan intelek, yang seharusnya memiliki integritas tinggi, justru terjebak dalam rangkaian kedustaan. Citra diri dibangun dan dibungkus oleh lapis-lapis kebohongan dan dilakukan secara terus-menerus. Tujuannya menimbulkan decak kagum dan penghargaan dari masyarakat luas. Perilaku manipulatif seperti ini merupakan pengkhianatan yang haram dilakukan. Sebab tujuan utama kaum intelek dalam mengkaji sesuatu adalah menemukan kebenaran dan kebijaksanaan. Kebenaran itulah yang lantas disebarkan di masyarakat. Sebaliknya, jika seseorang sudah mulai menutupi kebenaran dan tidak memiliki sikap bijaksana - baik saat melakukan kajian atau dalam perilaku keseharian- dia tidak layak disebut intelek.

Dwi Hartanto merupakan sosok dibalik kehebohan ini. Sudah kadung digadang-gadang sebagai calon pengganti BJ Habibie, pemuda ini ternyata melakukan sikap yang kurang terpuji. Dia banyak memberikan informasi yang tidak benar kepada publik. Setelah dicurigai melakukan beragam kebohongan, Dwi Hartanto pun akhirnya buka suara dan membenarkannya. Berdasarkan surat klarifikasi dan permohonan maafnya (7 Oktober 2017), Dwi Hartanto mengungkapkan jati dirinya yang sebenarnya. Dia adalah lulusan salah satu kampus swasta di Yogyakarta dan mengambil studi teknik informatika. Studi S2 dilakukan di TU Delft, Belanda. Dan saat ini masih menjadi mahasiswa tingkat doktoral di TU Delft. Bidang keahliannya adalah intelligent systems khususnya adalah virtual reallity.

Mendaulat Diri

Bandingkan dengan informasi yang selama ini dia berikan. Mengaku sebagai lulusan S1 dari Tokyo Institute of Technology, Jepang. Dia juga memperkenalkan diri sebagai Post-doctoral dan Assistant Professor di TU Delf. Dia pun mendaulat diri sebagai pakar teknologi satelit dan pengembangan roket. Terkait prestasi yang pernah diraih, dia pun mengakui telah berbohong. Dia tidak pernah memenangkan lomba riset teknologi di Jerman pada 2017. Dia bahkan mengubah template cek hadiah dan menuliskan namanya. Termasuk klaimnya yang sedang mengembangkan teknologi pesawat tempur generasi ke-6.

Pada tahun 2016, dia mengikuti Visiting World Class Professor yang digagas Ditjen Sumber Daya Iptek Dikti Kemenristek Dikti. Dalam statusnya, dia memperkenalkan diri sebagai Assistant Professor dan diproyeksikan sebagai Full Professor permanen di Technische University (TU) Delft (KR, 10/10). Masih ada beberapa informasi menyesatkan lainnya. Tetapi beberapa yang telah disebutkan di atas sudah cukup menggambarkan rumitnya kasus yang menimpa Dwi Hartanto.

Kita masih perlu mengikuti perkembangan kasus ini. Terutama terkait dengan motif mengapa Dwi Hartanto melakukan ini. Apakah dia memang sekadar ‘iseng’ kemudian terus berlanjut? Sebab biasanya kebohongan satu akan diikuti oleh kebohongan lain untuk menutupinya. Apakah dia ingin mendapatkan keuntungan (baik materi maupun non-materi) atas kebohongannya ini? Misalnya diundang ke mana-mana, mendapatkan fasilitas dan akomodasi melimpah, ditawari mengerjakan proyek dengan budget tinggi dan sebagainya. Apakah ada aspek kejiwaannya yang bermasalah? Seperti haus dengan ketenaran, pujian, dan penghargaan. Motif ini yang perlu dikorek lebih dalam sehingga bisa mengantisipasi berulangnya kasus yang sama.

Perilaku Instan?

Terlepas dari kasus yang menimpanya, sesungguhnya ia sosok tidak sembarangan. Bisa menembus kampus Delft TU, menunjukkan kemampuannya. Hanya orang terpilih dan terbaik yang bisa mengecap pendidikan di sana. Tapi tampaknya dia terjerat dengan perilaku instan untuk meraih sesuatu. Tidak sabar dengan proses dan langsung ingin memetik hasil. Akhirnya, beginilah yang terjadi. Akselerasi menuju prestasi bukan dilakukan dengan kerja keras, tetapi oleh halusinasi semu yang justru membinasakan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X