Guru Menulis dan Mengajarkannya

Photo Author
- Kamis, 5 Oktober 2017 | 08:54 WIB

SEORANG guru yang mengasah diri dan bertekun untuk menulis bukanlah pertama-tama demi menjadi penulis. Namun, menulis adalah aktivitas profesional guru. Aktivitas menulis mengikutkan membaca sebagai prasyaratnya. Artinya, tiada menulis tanpa membaca. Ketika tidak gampang memahami sebagian pendidik yang begitu pelit memberikan nilai kepada para siswanya, bahkan cenderung dijuluki siswanya sebagai guru killer, penulis mencoba mencari jawaban lewat berbagai bacaan. Usai membaca buku Evaluating Student (2008) karya Alex Shirran, saya torehkan esai kecil.

‘Tom, siswa kelas 11 yang mengulang karena tidak naik, dikenal oleh teman-temannya karena sering berurusan dengan pamong urusan disipliner, dikenal oleh para guru karena sering mangkir atau memprovokasi teman-temannya membikin ulah. Ketika ujian pementasan drama monolog, dia tampil serius dan naskah yang dibuatnya pun tergolong orisinal. Namun, guru tidak serta-merta memberikan nilai yang bagus kepadanya. Guru tidak mudah untuk menghindari efek ‘halo’yakni kecenderungan guru untuk menaikkan angka hanya karena seorang siswa memberikan kesan baik, bukan berdasarkan kualitas pekerjaannya; dan efek ‘garu’(garpu rumput) yakni menurunkan angka siswa berdasarkan kesan negatif, bisa jadi disebabkan oleh perilaku negatif sebelumnya.’

Menekuni

Untuk memetik inspirasi dari bacaan, guru dapat membaca secara konektif. Teknik ini menyertai pembaca dengan sejumlah pertanyaan: Hal ini mengingatkan saya tentang apa? Apa yang mirip dengan hidup saya? Apakah hal seperti ini terjadi pada saya? Hal ini mengingatkan saya tentang apa di teks lain? Bagaimana buku ini sama seperti teks lain?

Guru yang menekuni tulis-menulis tanpa meninggalkan profesi utama sebagai guru memang membutuhkan ‘wahyu, impian, visi’yang mampu menghidupi semangat dari dalam diri. ‘Tidak ingin menjadi guru yang biasa-biasa saja,’ itulah impian yang perlu dihidupi. Upaya mewujudkan impian berarti juga upaya mengatasi sejumlah hambatan yang melumpuhkan semangat. Rasa malas dan cepat berpuas diri adalah rintangan yang tidak mudah di atasi.

Mendisiplinkan diri menulis tiap hari dan setia di meja tentu dihadang oleh godaan-godaan yang kontraproduktif seperti menonton televise, sekadar ke luar rumah, atau terjebak bermedsos. Impian menjadi penulis yang semakin berbobot disertai ketekunan membaca terus-menerus. Memaksa diri mengikuti informasi terbaru dan ulasan-ulasan persoalan mutakhir. Koran, majalah, atau buku-buku terbaru dapat diperoleh di mana saja.

Mengajarkan

Bagaimana mesti mengajarkan menulis kepada siswa? Satu pengalaman pelajaran pada hari pertama masuk usai libur panjang adalah menulis. Petunjuk singkat yang saya sampaikan kepada siswa adalah : ‘Tuliskan pengalaman liburan Anda minimal dalam dua halaman!’ Selama jam pertemuan pertama, siswa ‘terpaksa’memutar kembali ingatan akan liburan yang telah mereka lewati.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X