SURAT kabar Kedaulatan Rakyat, hari ini genap berusia 72 tahun. Dalam usia demikian, harus terus diuji. Koran ini memang sejak lahir menjadi surat kabar yang terus berjuang. Bukan hanya masa perjuangan ketika tanah air baru saja dinyatakan merdeka dari penjajahan. Kini, kembali berjuang karena harus bertahan di era teknologi internet.
Saat ini kita sedang menuju era 'Hyperbrave New World', atau masa perubahan yang sangat cepat akibat perkembangan teknologi. Salah satunya adalah teknologi internet yang tak bisa dihindari. Fenomena ini bukan hanya di Indonesia saja, tetapi di dunia.
Sementara upaya menghadapi teknologi informasi, juga masih gagap. Di antaranya adalah munculnya media sosial yang memunculkan hoax, berita-berita palsu yang celakanya kini menjadi ladang bisnis. Perpecahan bangsa, isu sara, ujaran kebencian adalah masalah yang kini melekat pada bangsa ini. Dunia politik memanfaatkan sebagai upaya pemenangan kelompoknya, menambah parah suasana kebangsaan negara ini. Perpecahan, lemahnya demokrasi, radikalisasi, disintegrasi dan intoleransi adalah masalah yang kini dihadapi bangsa ini.
***
'Kedaulatan Rakyat' koran yang sejak lahir punya komitmen terhadap kokohnya NKRI, harus bergelut di pusaran ini. Apalagi sebagai media massa yang bermazab pers Pancasila, tentu punya tugas memperkokohnya.
Kini, menyongsong Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019, tahun yang diperkirakan bakal menjadi tahun politik, suasana hangat sudah terasakan sejak sekarang. Segala gerakan ini menjadi santapan politik. Munculnya masyarakat granular atau masyarakat dalam kelompok kecil akibat perpecahan sosial, bisa berdampak buruk untuk sebuah keutuhan bangsa. Perpecahan sosial inilah yang dikhawatirkan bakal meluas pada bangsa ini, yang tidak seharusnya terjadi menghadapi pesta demokrasi.
Kita lihat di media televisi misalnya, mayoritas media audio visual itu sudah beraroma politik. Informasi yang diberikan sering berkait dengan platform politik pemiliknya. Aroma itu kental sekali. Kasus pilpres yang lalu adalah contoh buruknya perpecahan itu. Sementara media sosial sudah makin terasa dimanfaatkan pihak tertentu untuk kepentingan pemilik/kelompoknya. Dibongkarnya sindikat produsen 'hoax' Saracen adalah buktinya.
Informasi sampah yang menyesatkan memang bisa datang dari platform media apa saja. Dalam tahun politik itu, bukan tak mungkin media massa tak lagi sekadar mengejar rating, oplah, traffic kunjungan dan page news. Tetapi terang-terangan untuk kepentingan politik dan duit.