Poros Batin
Apa yang bisa kita pelajari dari cerita-cerita di atas? Kedekatan Muslim Nusantara dengan Mekah seharusnya lebih dimaknai sebagai kedekatan ‘dimensi batin’ yakni batin yang selalu terpaut dengan kesucian Mekah. Ada ungkapan bahwa Muslim Indonesia sebaiknya ‘berotak Jerman, berhati Mekah.’ Maksudnya relijius dan cerdas sekaligus. Dalam wacana pendidikan karakter disebutkan bahwa anak Indonesia itu harus cerdas dan berkarakter.
Berkarakter bisa ditarik ke dalam dimensi batin (penghayatan) dan sikap dalam bersosialisasi. Mekah adalah simbol kesucian bagi masyarakat Muslim. Seharusnya kesucian itu membekas dalam diri seorang Muslim yang meyakini bahwa Mekah adalah tanah suci.
Bayangkan jika berjuta-berjuta haji yang ada di Indonesia, ditambah jemaah calon haji yang sedang dan akan menyelesaikan ibadah haji tahun ini, memiliki hati dan pikiran suci sebagai pengejawantahan Mekah yang suci dalam segenap dimensi kehidupan, maka tatanan sosial yang baik dapat terwujud. Sehingga ibadah haji dapat betul-betul juga berperan dalam transformasi sosial.
Setiap kali musim haji di setiap tahun datang, kita diingatkan untuk senantiasa menjaga poros batin yang suci layaknya kesucian Mekah dan Madinah. Karena haji bukanlah turisme semata. Tanpa memiliki pengaruh yang nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
(Agus Iswanto. Peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Kamis 31 Agustus 2017)