KONFERENSI Nasional Pendidikan Bencana tahun 2017 yang diselenggarakan di Univeritas Muhammadiyah Magelang pekan lalu, seharusnya mendapatkan perhatian insan pendidikan di Indonesia. Apalagi data Bank Dunia menyebutkan 76% sekolah di Indonesia berada di daerah rawan gempa. Data indeks risiko bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis ada 322 kabupaten/kota dari seluruh Indonesia memiliki indeks risiko bencana tinggi atau sekitar 65%, dan 174 kabupaten/kota memiliki risiko bencana sedang. Tidak ada kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki kelas risiko rendah terhadap ancaman bencana.
Majelis Diktilitbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah mencatat dana yang dibutuhkan untuk perbaikan Sekolah dari SD hingga SMA akibat gempa DIY-Jateng tahun 2006 Rp 189.179.370.000. Dana sebesar itu hanya untuk sekolah Muhammadiyah, belum lagi jika ditambahkan sekolah negeri dan sekolah swasta lain, betapa besar kerugian materi dan non materi akibat kejadian bencana. Data di atas seharunya menyadarkan kita, sebagian besar masyarakat termasuk anak - anak yang bersekolah berdampingan dengan risiko bencana, dengan kesadaran tersebut pada tingkat lembaga pendidikan (sekolah) harus mulai melakukan langkah - langkah antisipasi untuk pengurangan resiko bencana.
Sekolah Aman
Sekolah adalah tempat bagi generasi masa depan merajut cita - cita, maka sekolah harus dirancang seaman mungkin. Kesadaran ini penting dibangun oleh pelaku pendidikan, karena bencana kadang datang tidak dapat diduga. Ada tiga pilar utama untuk membentuk sekolah aman bencana. Pilar pertama fasilitas aman bencana. Data menunjukkan banyak fasilitas sekolah yang rentan terhadap bencana, Sekolah dibangun tanpa mempertimbangkan faktor keamanan terhadap bencana. Ketika sekolah sudah berdiri seperti sekarang ini untuk melakukan perbaikan gedung tentu memakan dana yang tidak sedikit. Karenanya yang bisa dilakukan adalah memperbaiki hal - hal kecil seperti meja kursi yang aman, tempat almari, pintu dan lain - lain agar anak - anak aman dalam bersekolah. Pilar kedua manajemen sekolah aman bencana. Sekolah adalah tempat terlama setelah rumah bagi anak - anak menghabiskan waktu. Ketika terjadi bencana dan mereka berada di sekolah maka menjadi tanggung jawab sekolah untuk melakukan penyelamatan. Karenanya kepala sekolah, guru dan warga sekolah harus paham apa yang harus dilakukan.
Harus mulai disusun panduan - panduan atau SOP oleh sekolah untuk melakukan sosialisasi hingga melakukan kegiatan simulasi secara berkala. Manajemen sekolah aman bencana pada akhirnya dapat menjadi budaya dan membentuk karakter warga sekolah dalam menghadapi bencana. Pilar ketiga kurikulum. Pendidikan pengurangan risiko bencana di sekolah sudah selayaknya masuk dalam kurikulum pembelajaran di kelas, tentu tidak dengan memunculkan mata pelajaran baru, akan tetapi terintegrasi melalui mata pelajaran yang sudah ada. Misalkan mata pelajaran IPS, IPA, Agama dan mata pelajaran yang lainnya. Guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kebencanaan agar mampu mengkaitkan mata pelajaran yang diajarkan dengan kejadian bencana. Pengintegrasian pemahaman kebencanaan ke dalam mata pelajaran penting agar siswa tidak terbebani dengan materi baru.
Kesadaran Memulai
Dalam forum diskusi saat konferensi terlontar bahwa persoalan krusial dari implementasi pendidikan bencana ini adalah pertama kesadaran para pengelola pendidikan yang masih minim tentang risiko bencana. Kalaupun ada yang melaksanakan kebanyakan karena ada proyek dari pemerintah. Kedua persepsi bencana adalah takdir Allah yang harus diterima dengan ikhlas dan sabar. Sekalipun kehendak Allah akan tetapi usaha pencegahan dan pengurangan risiko bencana adalah perintah Allah juga.
Saatnya lembaga pendidikan harus menginisiasi sendiri program - program sekolah aman bencana tanpa harus menunggu instruksi dari pemerintah atau lembaga lain. Sekolah secara mandiri dapat memulai melakukan langkah - langkah kecil menerapkan sekolah aman bencana, dan banyak lembaga - lembaga baik pemerintah (BNPB/BPBD) maupun ormas dan LSM yang siap membantu. Tentu berdosa bagi kita jika terjadi bencana saat anak - anak di sekolah, mengalami musibah karena kita tidak sigap melakukan antisipasi padahal sangat mungkin itu dilakukan.