Menghukum Penyebar Kebencian

Photo Author
- Selasa, 29 Agustus 2017 | 22:39 WIB

DIREKTORAT Siber Bareskrim Mabes Polri menangkap sejumlah orang pengelola situs web Saracen. Mereka diduga melakukan bisnis berita bohong melalui media sosial (medsos) untuk menyebarkan kebencian menggunakan isu-isu Suku, Ras, Agama dan Antar Golongan (SARA). Bisnis didalangi ‘orang kaya’ yang tujuannya memecah belah antarwarga negara agar selalu ribut dan tak terkonsolidasi. (Tajuk Rencana, KR, 25 Agustus 2017).

Realitas ini sungguh paradoks. Seharusnya perkembangan medsos dapat dijadikan sebagai alat untuk integrasi sosial, memperkuat kontak dengan keluarga, teman, dan dunia luar, pelepasan ketegangan dan hiburan. Kini berubah menjadi mesin industri yang memroduksi ujaran kebencian antar kelompok untuk mengeruk keuntungan uang.

Berdasarkan hasil penyidikan di Bareskrim Mabes Polri pengelola web Saracen meraih keuntungan dari menjual satu isu berita hoax dan ujaran kebencian antara Rp 75 juta- Rp 100 juta dari sponsor orang kaya dengan cara mengajukan proposal bisnis dalam momen pemilihan kepala daerah (pilkada) untuk menjatuhkan lawan politik tertentu. Modus operandi industri ujaran kebencian ini dilakukan dengan meretas ribuan pengguna facebook dengan akun palsu untuk dimasuki isu-isu bohong.

Momentum ditangkapnya pengelola web Saracen ini seharusnya menyadarkan pada aparatur hukum untuk terus mengembangkan kasus industri penyebar kebencian ini sampai ke akar dan motifnya. Tidak berhenti di level aktor lapangan, tapi menelisik hingga membongkar sindikatnya sekaligus aktor utamanya. Karena jika tak dibongkar tuntas dan dijerat dengan hukuman berat melalui UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sekaligus KUHP pasal-pasal tentang kebencian dan fitnah, akan sangat berbahaya. Mengingat bisnis menyebar ujaran kebencian melalui berita bohong merupakan kejahatan kemanusiaan yang amat keji. Bisnis ini bukan hanya sekadar mengeruk keuntungan uang semata, namun juga bisnis politik yang memanfaatkan momentum politik.

Salah satu faktor yang cukup dominan lahirnya industri penyebar kebencian melalui web karena masih gemarnya publik mengonsumsi hoax di medsos. Industri ini muncul dengan menggunakan logika adanya fakta kekisruhan opini publik yang mudah dipelintir sesuai pesanan politik tertentu dengan memanfaatkan ketokohan publik figur tertentu.

Tindakan konkret pemerintah melalui Kemenkoinfo adalah melaksanakan amanat ketentuan Pasal 40 ayat (2a) UU No. 19/2016 (UU ITE) untuk segera melakukan pencegahan terhadap penyebarluasan dan penggunaan informasi elektronik serta dokumen elektronik memiliki muatan negatif yang dilarang peraturan perundang-undangan dan melakukan pencegahan. Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.

Itulah sebabnya yang perlu dilakukan adalah melakukan edukasi publik agar tak mudah mempercayai semua berita di medsos dengan penguatan kapasitas kritis dan rasionalitas dalam menelaah berita. Caranya, memahami ciri-ciri berita bohong antara lain mencermati sumber situs, judul dan isi berita dan narasumber berita yang dikutip. Jika tidak resmi dan tidak ada yang bertanggungjawab, judulnya provokatif, namun tak sama dengan isi berita, dan narasumber yang dikutip tak jelas waktu dan tempatnya, maka dipastikan berita itu hoax.

Cara lainnya adalah memanfaatkan grup diskusi antihoak untuk klarifikasi berita bohong. Misalnya di Forum Anti Fitnah, Hasut dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesia Hoax Buster, Fanpage Indonesia Hoaxes dan Sekoci Group. Jika menemukan berita bohong atau meragukan validitasnya publik dapat mengajukan pengaduan ke fitur laporan berita hoax yang ada di medsos ke laman data.tubackhoax.id yang disediakan masyarakat antihoax.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X