Agustusan dan Spirit Multikulturalisme

Photo Author
- Selasa, 29 Agustus 2017 | 19:12 WIB

GEBYAR perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-72 kemerdekaan RI masih terasa. Perayaan yangharus diakui, mampu menyemai nilai-nilai multikulturalisme. Ketika warga bangsa lintas agama, budaya dan etnis, bergairah menyambut perayaan 17 Agustus atau Agustusan. Perayaan Agustusan benar-benar menjadi pemersatu berbagai kelompok masyarakat.

Perbedaan antarwarga masyarakat melebur dalam kemeriahan perayaan Agustusan. Realitas ini menunjukkan bahwa Agustusan bermakna untuk membumikan nilai-nilai multikulturalisme. Paham yang mengajarkan pentingnya pengakuan terhadap pluralitas budaya sehingga menumbuhkan kesiapan untuk hidup dalam kemajemukan. Kemajemukan harus dikelola dengan baik agar tidak menjadi sumber konflik sosial.

Mengakomodasi Perbedaan

Will Kymlicka dalam Multicultural Citizenship (1995), menegaskan bahwa multikulturalisme meniscayakan kelompok mayoritas mengakomodasi perbedaan kelompok minoritas sehingga kekhasan mereka tetap terjaga. Multikulturalisme juga menjadi tantangan semua negara, termasuk negeri tercinta. Apalagi insiden intoleransi berlatar belakang perbedaan agama dan paham keagamaan terus terjadi di daerah. Insiden itu terjadi karena tidak ada kesiapan warga untuk hidup berdampingan dalam keragaman.

Menurut Haryatmoko (2007), ada tiga alasan yang menjadikan multikulturalisme sangat penting. Pertama, adanya fenomena penindasan atau penafian atas dasar etnis, budaya, agama, dan paham keagamaan. Dikotomi antara kita (ingroup, minna) dan mereka (outgroup, minhum) terus dilembagakan untuk menjauhkan kelompok minoritas dari kekuasaan.

Kedua, istilah minoritas secara sistematis digunakan untuk memarginalkan kelompok tertentu dengan memberi label ‘tidak terlalu penting’ dalam berhubungan dengan kelompok mayoritas. Padahal sebutan mayoritas dan minoritas hanya soal tempat. Di suatu daerah suatu kelompok disebut mayoritas, bisa jadi minoritas di daerah lain. Karena itu, kelompok mayoritas harus berempati pada minoritas. Ketiga, kaum urban dan migran seringkali menjadi pihak yang dipinggirkan oleh kelompok mayoritas. Situasi ini terjadi sepanjang era otonomi daerah. Apalagi dalam banyak kasus, otonomi daerah sering disalahartikan dengan pemihakan terhadap warga pribumi (lokal). Akhirnya, terjadi diskriminasi terhadap warga pendatang.

Sebagai upaya untuk membumikan nilai-nilai multikulturalisme penting dikemukakan pemikiran filsuf Perancis, Emmanuel Levinas (1906-1995). Dalam teori tentang penampakan wajah (the face of the other), Levinas mengatakan bahwa penampakan wajah bukan bagian dari aku, bukan pula diukur dari tolok ukurku. Wajah yang lain memang berbeda dari aku. Namun, hubungan aku dengan yang lain tidak boleh melahirkan kekerasan. Kehadiran yang lain justru menumbuhkan kultur positif dalam kehidupan.

Melalui teori penampakan wajah akan tergambar wajah yang lain. Penampakan wajah yang lain akan memungkinkan orang saling bertegur sapa serta mengundang simpati, empati, dan kekaguman. Penampakan wajah tidak pernah membiarkan orang lepas dari tanggung jawab. Setiap orang akan dihadapkan pada penampakan wajah yang mengusik sehingga harus bersikap. Wajah yang lain itu akan mengkristal dalam kesadaran seseorang. Teori Levinas jelas mengajarkan bahwa perjumpaan dengan wajah yang lain merupakan bentuk hubungan yang ditandai rasa empati dan nir-kepentingan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X