Sekarang kenyataannya, ruang publik lebih diprioritaskan sebagai ruang bermain sekelompok penguasa kapital. Bahkan menjadi rahasia umum, ruang publik dibaptis sebagai ruang komersial objek pajak demi target setoran pendapatan asli daerah. Ujungnya, konsep estetika kota pun dipunggungi para pejabat publik yang bersekutu dengan pebisnis egois.
Hal semacam ini menjadi penting disuarakan. Sebab keberadaan ruang publik yang sehat dan bermartabat bagaikan pekarangan halaman rumah yang secara obyektif merepresentasikan sehatnya jiwa raga sang pemilik.
(Dr Sumbo Tinarbuko. Pemerhati Budaya Visual dan Dosen Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Kamis 24 Agustus 2017)