Hatta menyadari tentang adanya untung-rugi ekonomi yang diperlukan untuk biaya kemenangan politik. Itulah sebabnya Hatta mendukung RUU yang diajukan Kabinet Boerhanudin Harahap untuk membatalkan Perjanjian KMB. Hatta-pun sempat mengingatkan Bung Karno dengan surat tanggal 28 Februari 1956, karena Bung Karno menolak mengesahkan RUU pembatalan itu. Baru setelah Kabinet Boerhanudin diganti oleh Kabinet Ali Sastroamidjojo, Presiden Soekarno baru bersedia mengesahkan RUU baru yang isinya sama dengan RUU-nya Boerhanudin.
Selanjutnya ada tragedi yang saya sendiri tidak paham latar belakangnya. Presiden Soekarno menandatangani UU No. 7/1966 yang ‘menghidupkan kembali’ utang KMB yang harus ditanggung Indonesia. Selanjutnya para teknokrat ekonomi kita mengintegrasikannya dengan IGGI.
Ada saja yang melakukan ketidakjujuran moral terhadap Hatta, mengabaikan tactical move sebagai diplomasi tingkat tinggi Hatta. Hatta menyesalkan disahkannya UU No 7/1966. Barangkali Presiden Soekarno ditekan atau lengah di tahun 1966 itu.
(Prof Dr Sri-Edi Swasono. Guru Besar UI. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Jumat 11 Agustus 2017)