SETELAH beras, masyarakat ramai memperbincangkan garam, beserta polemik yang belum kunjung selesai. Diskusi merebak dari masalah impor, kualitas garam, sakit gondok, nasib petani, dan merembet ke arah politik. Hal itu memang tak pelak pasti terjadi, karena garam sangat diperlukan oleh semua. Segala yang tidak enak pun, ibarat sayur tanpa garam. Garam yang secara umum dikenal adalah garam dapur, yang merupakan senyawa kimia natrium klorida, NaCl.
Kebutuhan dan ketersediaan garam nasional dapat dilihat dari neraca garam nasional, yang meliputi garam konsumsi dan garam industri. Garam konsumsi adalah garam yang digunakan sebagai bahan garam beryodium (garam meja), dengan standar kadar NaCl sekitar 94,7%. Garam industri adalah garam yang digunakan sebagai bahan baku industri dengan standar kadar NaCl minimal 97%. Garam industri saat ini belum dapat diproduksi didalam negeri sehingga semuanya berasal dari impor.
Meningkat
Kebutuhan garam nasional semakin meningkat, dengan kenaikan sekitar 5% per tahun. Dari neraca yang dirilis BPS, kebutuhan total garam nasional tahun 2011 adalah sekitar 3,23 juta ton, yang terdiri dari kebutuhan garam konsumsi dan industri masing masing 1,43 dan 1,80 juta ton. Angka ini meningkat menjadi 3,61 juta ton (1,48 dan 2,13 juta ton) pada tahun 2014. Produksi garam pada tahun 2011 adalah 1,12 ribu ton, yang merupakan jumlah produksi dari PT Garam dan garam rakyat. Tidak heran jika pada tahun 2011 impor garam nasional adalah 2,6 juta ton. Solusi impor memang bukan merupakan isu baru. Karena produksi garam nasional diperkirakan hanya 150 ribu ton atau sekitar 5% dari target 3 juta ton.
Ketimpangan antara kebutuhan dan ketersedian garam membuat harga garam melonjak. Hal itu sedikit berpengaruh pada keresahan masyarakat. Salah satunya adalah peluang penimbunan oleh spekulan agar dapat menaikkan harga jika kebutuhan sudah sangat mendesak sementara ketersediaan garam belum terpenuhi. Selain itu, rencana impor merupakan sumber keresahan tersendiri, karena dianggap mengancam eksistensi petani garam, bahkan merembet pada isu nasionalisme.
Impor, merupakan salah satu solusi pemenuhan kebutuhan garam. Namun sebaiknya bukan menjadi tumpuan dan menjadikan kita tidak memikirkan alternatif pemenuhan kebutuhan dan meningkatkan kemandirian bangsa. Seharusnya impor manjadi cadangan sementara dengan antisipasi peningkatan produksi dalam negeri. Jika kebutuhan garam impor seluruhnya adalah untuk garam industri dengan alasan standar yang lebih tingi, maka perlu dipertimbangkan solusi untuk meningkatkan kualitas produksi dalam negeri melalui proses tertentu agar memenuhi kualifikasi standar garam in–dustri (97% NaCl).
Kualitas garam dapat ditingkatkan dengan proses tambahan. Dari segi fisik seperti warna dan kebersihan, dapat ditingkatkan dengan rekristalisasi. Penghilangan kation tertentu seperti Kalsium, Magnesium dan beberapa logam berat dapat dilakukan dengan pengendapan. Kalsium dan sejumlah logam berat yang dikhawatirkan keberadaannya, umumnya dapat dibentuk menjadi garam sukar larut dengan anion tertentu sehingga memiliki karakteristik mudah mengendap.
Non-tambak