Idealnya, reformasi dapat menghadirkan ketertiban yang horisontal, yang egaliter. Sehingga posisi pemerintah dan warga negara nampak setara. Antara seorang presiden dengan seorang petani seolah sebanding, tetapi hal ini memerlukan kesadaran politik yang rumit. Memerlukan kesetaraan pendidikan yang relatif tinggi, kesetaraan tingkat ekonomi yang relatif seimbang. Jika tidak, yang terjadi adalah kebisingan sosial politik. Kegaduhan demokrasi.
Jangan sampai ada yang memanfaatkan eskalasi kegaduhan ini meningkat sedemikian rupa. Sehingga pihak yang mempunyai alat pemaksa yang paling pamungkas menjadikan kegaduhan akut tersebut sebagai alasan untuk terpaksa menghadirkan Liberalisme Otoritarian, walaupun secara keilmuan maupun praksis memungkinkannya. Apa boleh buat??
(Prof Dr Tulus Warsito. Guru Besar Ilmu Politik, Ketua Program Doktor Politik Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Rabu 12 Juli 2017)