DALAM Bahasa Indonesia bottleneck berarti leher botol. Leher botol lebih sempit dari badan botol. Makna konotatif bottleneck adalah penyempitan jalur. Sebutan ini terdapat dalam berbagai bidang kehidupan. Misalnya sistem jaringan komputer, arus lalulintas, bahkan dalam dunia pendidikan.
Bottleneck dalam dunia pendidikan di Indonesia terjadi karena sebagian besar guru terhambat laju kepangkatannya di IV/A. Data Kemdikbud (2016) menyebutkan, sedikitnya 344.000 dari 2,7 juta guru di Indonesia berada pada golongan IV/A. Namun, dari jumlah tersebut baru sekitar 2.200 guru yang bisa naik ke golongan IV/B. Sisanya menumpuk di golongan IV/A karena belum sanggup membuat karya tulis ilmiah.
Untuk menembus golongan IV/B, guru harus mengumpulkan angka kredit dari unsur pengembangan profesi bobotnya 12. Angka tersebut diperoleh dari penulisan karya tulis ilmiah berupa penelitian, karangan ilmiah, tulisan ilmiah populer, buku, diktat, dan terjemahan. Untuk mengumpulkan angka 12 bagi guru tidaklah sulit apabila dibarengi dengan kesungguhan dan perjuangan gigih.
Guru Profesional
Persoalan guru menulis, dalam hal ini melakukan penelitian dan dituangkan dalam karangan ilmiah, terkait dengan rendahnya budaya menulis. Sebagian guru merasa tugasnya hanya mengajar. Sementara guru profesional selain mendidik, memiliki tugas mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan menilai anak didik. Guru profesional juga dituntut mengembangkan keprofesiannya. Menulis karya ilmiah merupakan salah satu cara pengembangan keprofesian guru berkelanjutan.
Guru dituntut mampu membangkitkan minat anak didik menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dengan karya yang dituang dalam bentuk karya tulis. Mustahil anak didik mencontoh menulis dari guru yang tidak menulis.
Untuk menulis, ada beberapa hal yang dapat dilakukan guru. Pertama, membaca. Tingkat pengetahuan, kapasitas, dan wawasan seseorang di antaranya ditentukan oleh apa yang dibacanya. Semakin banyak membaca, niscaya akan semakin banyak yang dapat ditulis. Budaya literasi yang sedang digalakkan adalah peluang bagi guru untuk lebih banyak membaca untuk menulis.
Kedua, menulis. Menulis apa saja yang dikerjakan guru ketika melaksanakan pembelajaran. Ada yang mengatakan, guru yang menulis adalah guru yang ‘mengerjakan apa yang ditulis dan menulis apa yang dikerjakan’. Menuliskan segala sesuatu yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu cara sistemisasi pembelajaran. Pembelajaran yang baik ialah mendorong anak didik belajar, bukan guru yang hanya mengajar. Dalam konteks ini, sistemisasi pembelajaran sangat esensial.