SEBAGAI warga yang dilahirkan di kota Bantul dan dibesarkan pula di kota Geplak tersebut, saya merasa senang dengan lahirnya Gerakan Bantul Literasi, yang dilaunching Selasa (13/6) silam di Pendapa Parasamya Setda Kabupaten Bantul. Menjadi masyarakat Bantul yang cerdas menjadi tujuan ke depan dari program tersebut. Tujuan yang sejalan dengan pembangunan masyarakat Indonesia di bumi Pancasila ini. Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 alinea keempat menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari pembangunan nasional ialah ‘Ikut Mencerdaskan Kehidupan Bangsa’. Founding fathers dahulu menginginkan agar Indonesia menjadi bangsa yang cerdas, bangsa yang cinta dengan ilmu pengetahuan.
Berbicara tentang kecerdasan, salah satu yang menjadi unsurnya yaitu karena membaca. Membaca sendiri diawali karena adanya minat baca. Ada dua data yang berkaitan dengan membaca. Yang pertama, survei yang mengatakan Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat baca. Hal tersebut bisa dilihat berdasarkan studi ‘Most Littered Nation in the World’ yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016. Fakta ini didasarkan pada studi deskriptif dengan menguji sejumlah aspek. Antara lain perpustakaan, koran, input sistem pendidikan, output sistem pendidikan, dan ketersediaan komputer.
Yang kedua, survei yang dilakukan oleh Global Web Index, rata-rata penggunaan sosial media di Indonesia cukup tinggi. Dalam seharinya, orang mengakses media sosial selama 2 jam 51 menit. Dari sisi jumlah, ada 79 juta user facebook. Lebih dari 90% adalah usia produktif, antara 13 tahun sampai 40 tahun.
Data yang sangat berbanding terbalik. Karena disatu sisi masyarakat Indonesia minat bacanya rendah dengan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara. Tetapi disisi yang lain penggunaan sosial media cukup tinggi dengan lebih dari 90% usia produktif mengaksesnya.
Merujuk Informasi
Masyarakat hendaknya merujuk informasi yang didapatkan kepada sumber yang jelas dan relevan. Jangan sampai menelan mentahmentah apa yang didapatkan melalui sosial media. Di era sosial media ini, daya tahan membaca nampaknya semakin berkurang. Jika dahulu masih dapat membaca dengan konsentrasi 3-4 lembar, semenjak era sosial media, tulisan 3-4 paragraf paling kita skip. Selain hal tersebut, kita juga lebih banyak membaca dengan teknik skimming. Sama halnya dengan membaca portal berita online yang dilakukan dalam sekedip mata. Banyak sekali yang mengira judul berita atau informasi adalah rangkuman dari berita tersebut. Padahal hal itu belum tentu benar adanya.
Dengan hadirnya Gerakan Bantul Literasi diharapkan masyarakat Bantul semakin cerdas dengan informasi yang berlalu lalang di dunia maya. Sosial media seperti facebook, twiter, BBM, instagram, whatsapp dan lain-lain memang menyuguhkan informasi yang instan. Namun kebenaran isinya harus dirujuk terlebih dahulu. Rujukan tersebut bisa ke perpustakaan yang didalamnya menyediakan sumber informasi yang jelas.
Perpustakaan adalah gudangnya informasi dan pengetahuan. Ada buku bacaan, kamus, ensiklopedia, maupun surat kabar. Solusi mudah lainnya yaitu membaca surat kabar di majalah dinding yang biasanya ditempel di pinggir jalan atau tempat strategis yang masyarakat umum mudah mengaksesnya. Di tiap desa atau dusun biasanya ada papan surat kabar tersebut. Masyarakat bisa memanfaatkannya.