Sebetulnya langkah-langkah yang dilakukan Menteri Agama RI Lukman Hakim Saefuddin dalam menyelesaikan problem hisab rukyat sudah tepat dan tidak bertentangan dengan pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945. Namun perkembangan zaman menuntut adanya perubahan mekanisme yang terukur dan terencana dalam penetapan awal Syawal 1438 H serta tahun-tahun yang akan datang agar negara tidak ‘terbebani’, khususnya Menteri Agama RI. Dalam konteks ini usulan anggota komisi VIII yang disampaikan pada sidang isbat awal Ramadan 1438 yang lalu agar Kementerian Agama RI mengupayakan terwujudnya kalender Islam global perlu diapresiasi.
Untuk itu sifat kenegarawanan para elite ormas sangat diperlukan, khususnya para pendukung rukyat untuk memberi keleluasaan kepada Menteri Agama RI menetapkan awal Syawal 1438 merujuk pada pengalaman dan masukan para saintis dengan memperhatikan aspek syar’i dan sains. Ibadah Idul Fitri tidak semata-mata persoalan ritual namun melibatkan persoalan penyediaan pangan, transportasi dan sebagainya. Dengan demikian diperlukan manajemen sistem waktu agar semua komponen anak bangsa terayomi dan kebersamaan tetap terjaga.
(Prof Dr Susiknan Azhari. Guru Besar Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Direktur Museum Astronomi Islam. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Kamis 23 Juni 2017)