Persekusi

Photo Author
- Rabu, 7 Juni 2017 | 06:55 WIB

ISTILAH main hakim sendiri (eigen richting) sudah dikenal masyarakat kita sebagai suatu tindakan yang merupakan perbuatan yang masuk dalam ranah pelanggaran hukum pidana. Bahkan yang lebih sadis dianggap sebagai suatu tindakan yang tidak beradab, kenapa? Karena korban dari tindakan main hakim sendiri belum tentu bersalah. Karena baru  dugaan melakukan suatu tindak pidana tapi sudah dieksekusi.

Hukum yang digunakan sekelompok masyarakat seperti itulah yang sering disebut hukum rimba. Artinya korban belum dibuktikan kesalahannya sudah dieksekusi oleh eksekutor yang bukan aparat hukum. Sedangkan dalam sistim hukum pidana kita  tegas disebutkan bahwa yang mempunyai kewenangan melakukan eksekusi (artinya melaksanakan putusan lembaga peradilan pidana) adalah lembaga negara yang bernama kejaksaan. Dan masyarakat tidak memiliki hak dan kewenangan untuk melakukan eksekusi.

Kini tindakan-tindakan intimidatif penganiayaan, penekanan dan perbuatan perbuatan yang mengangkangi hukum itulah yang sekarang banyak dibicarakan oleh masyarakat yang kemudian disebut sebagai persekusi.  Seperti kejadian  di Solok dan DKI Jakarta ketika ormas melakukan intimidasi atau penekanan atau menebar kepada warga atau kelompok tertentu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (versi daring), persekusi  adalah 'perburuan sewenang-wenang dan sistematis oleh seorang atau sekelompok orang terhadap orang atau sekelompok orang lainnya dengan tujuan untuk menyakiti orang lain atau bahkan menumpasnya'. Di dalam hukum internasional (dalam statura Roma) tindakah itu masuk dalam kategori kejahatan kemanusiaan.

Aksi persekusi dinilai telah melebihi atau bahkan lebih berbahaya daripada perbuatan main  hakim sendiri. Bahkan persekusi banyak dilakukan dengan bentuk target-target tertentu dengan sasaran para netizen yang rajin bermain facebook dan membuat  seseorang atau sekelompok orang kemudian melacak/memburu  orang tersebut. Setelah bertemu kemudian dipaksa untuk membuat pernyataan maaf, melalui surat pernyataan maaf disebarluaskan lewat media sosial bahkan sampai kelingkungan tempat kerja maupun tempat tinggal. Sehingga yang bersangkutan merasa dipermalukan.

Untuk itu banyak pihak berharap agar negara hadir serta aparat penegak hukum mengambil peran dengan melakukan investigasi guna menemukan siapa dalang dibalik perbuatan persekusi yang demikian sistematis dan massif tersebut. Apalagi  lalu mangambil tindakan hukum tanpa rasa takut. Karena akhir-akhir ini masyarakat juga banyak menonton aparat penegak hukum yang tidak dapat berbuat banyak apalagi tegas jika berhadapan dengan kelompok masyarakat tertentu. Yang dilakukan paling hanya melakukan pengawasan dan pengawalan terhadap aksi yang dilakukan.

Kesan itu oleh kelompok masyarakat tersebut pastilah dianggap sebagai bentuk persetujuan dengan istilah halusnya diizinkan. Masyarakat tidak keliru jika beranggapan itu adalah suatu bentuk pembiaran bahkan cenderung ada kesan ketakutan untuk mengambil tindakan tegas. Kesan kesan seperti itulah terkadang membuat masyarakat menjadi apatis dan cenderung masa bodoh. Ini tentu sangat berbahaya bagi penegakan hukum di republik ini. Ibarat api dalam sekam karena sewaktu-waktu bisa meledak tidak terkontrol dan bisa  merugikan kita semua.

Jika seperti ini dibiarkan terus akan semakin menjadi sarana bagi kelompok masyaraat tertentu untuk mengambil peran dan kesempatan melakukan tindakan-tindakan diluar koridor hukum, apa itu salah? Tergantung dari sudut mana kita melihat dan meninjaunya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X