ARSITEKTUR bangunan, ekspresi penanda jati diri dalam menyangga bobot kemartabatan hidup manusia pada zamannya. Kemegahan visual, selalu lahir pada keemasan zamannya, penanda penting pencapaian dominasi kuasa-kuasa pada masanya. Manusia pada zaman berikutnya, seakan memosisikan dirinya sebagai sekumpulan ‘ahli waris’ yang harus menerima arsitektur dan bangunan lawas sebagai wasiat warisan pusaka. Sebagai warisan berbobot pusaka, bangunan kuno memang harus dijamin keterpeliharaannya. Termasuk, terpeliharanya karya budaya arsitektur generasi kini sebagai perawat kelangsungan arsitektur bangunan peninggalan.
Kelangsungan dan kesinambungan selalu diperlukan dalam dialektika dan perubahan kebudayaan. Artinya, arsitektur bangunan baru (yang dibuat generasi kini) perlu merawat kesinambungan arsitektur peninggalan. Dalam menciptakan ‘bangunan baru’, tidak saja melalui jalan kesadaran naluri budaya dalam masyarakat. Namun hingga keharusan merambah perlu dan pentingnya regulasi pengaturan yang mengikat.
Penanda Identitas
Terkait telah disahkannya Peraturan Daerah DIY tentang Arsitektur Bangunan Berciri Khas Yogyakarta (Jumat, 12/5), teras berita utama SKH. Kedaulatan Rakyat, Selasa (16/5) menulis, â€Yogyakarta, memiliki kekayaan arsitektur bangunan dengan ragam gaya yang khas, terdiri gaya tradisional Jawa, kolonial, indie, dan China. Keragaman arsitektural berciri khas Yogya itu menjadi salah satu identitas keistimewaan DIY di bidang kebudayaan, khususnya budaya yang tangible (fisik)â€.
Pengaturan atas upaya perlindungan arsitektur bangunan di Kawasan Warisan Budaya dan Cagar Budaya, pengaturan atas tumbuhnya arsitektur bangunan baru di kawasan tersebut, sejatinya masih memerlukan ketegasan dan keteguhan penegakannya dalam praktik. Searah dengan warisan budaya tak benda, semangat sengguh ora mingkuh. Selama ini, penegakannya terkesan lembek, ompong tanpa gigi. Apalagi, terhadap munculnya bangunan baru di luar kawasan cagar budaya, laju pertumbuhannya seakan abai terhadap penanda identitas visual berkeyogyaan. Tidak cukup hanya dengan pengharusan penggunaan atap limas bergenteng pada gedung-gedung.
Kemegahan visual arsitektural, telah menjadi penanda identitas kota-kota dunia. Kelestarian arsitektur bangunan lawas tidak saja mengekspresikan kemegahan karya visual di masa lalu, melainkan sekaligus sebagai bukti nyata ekspresi keberadaban masyarakat terkini. Arti penting lain perlindungan karya arsitektur bangunan lawas, bukan suatu bentuk ekspresi pemujaan kemegahan visual, tetapi juga ekspresi kecerdasan generasi kini dalam membaca nilai dan makna yang selalu ada pada setiap benda peninggalan berbobot warisan. Warisan benda sekaligus takbenda berupa kandungan nilai, filosofi, dan historisnya.
Priyayi Istana
Kawasan warisan cagar budaya yang dianggap berkeyogyaan tentu tidak boleh berhenti pada kemegahan visual perkotaan, suatu ekspresi hidup para priyayi istana, kantor dan rumah tinggal penguasa, fasilitas umum di kawasan elite kelas menengah, bangunan kawasan para saudagar. Tetapi juga pada kemegahan visual kebersahajaan rakyat kelas menengah kampung dan pedesaan hingga masyarakat kelas bawah rakyat kebanyakan. Rumah berarsitektur joglo, limasan, kampong, lintring, gandhok, cere gancet, pagang pe, dan lainnya, juga bagian dari kemegahan visual rakyat. Termasuk tata ruang tradisional pekarangan dan perkampungan, kota ataupun desa. Kemegahan visual kampung dan desa tidak kalah eksotis dari kemegahan visual kota.