Bangkit dalam Tafsir Kebaruan

Photo Author
- Senin, 22 Mei 2017 | 21:54 WIB

HARI kebangkitan Nasional adalah penanda bagi kesepakatan rakyat untuk bersatu melawan penjajahan tanpa dibebani oleh perbedaan agama, etnik, dan bahasa. Dengan sendirinya, sebagai tonggak awal perlawanan terhadap kolonialisme dengan cita-cita persatuan, tentu negara yang lahir dari kehendak ini semestinya bersifat kosmopolit, ada nilai-nilai universal yang disepakati dan dipraktikkan bersama. Ia tidak lagi dikerangkeng pikiran sempit yang mengutamakan pandangan primordial. Apalagi menafikan kehadiran eksistensial liyan yang berbeda pandangan.

Sejatinya, dengan penerimaan terhadap kebhinekaan yang dilambangkan dengan burung Garuda, rakyat tak lagi surut ke belakang untuk mencari kalimat yang sama tentang bentuk kenegaraan. Perdebatan tentang dasar negara telah selesai atas dasar kompromi para elite untuk kepentingan lebih besar : Negara Kesatuan yang berdasarkan Republik. Tidak lagi meneruskan tradisi kepemimpinan kerajaan atau kesultanan yang pernah mewarnai sejarah politik rakyat Nusantara.

Genealogi Ide

Sejatinya dengan menjadi Republik, bukan aristokratik atau teokratik, kita harus menelusuri kembali genealogi ide ini. Republik berasal dari kata lain res publica yang bermakna milik rakyat atau urusan orang ramai. Ide res publica dipahami sebagai ideal normatif, sebagai konstitusi terbaik untuk melindungi dan memajukan kepentingan bersama. Dengan demikian, tanpa mesti menyatakan diri sebagai negara yang berpaksi pada sosialisme, negara ini menggunakan sebesar mungkin kekayaan bumi negeri untuk kemakmuran orang ramai.

Mengingat Republik berkait dengan ide demokrasi, demos dan kratos. Maka dua kata yang terakhir ini bukan sekadar pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Tetapi lebih jauh ia terkait dengan proses pemilihan pejabat publik, dari kepala desa, anggota DPR, bupati, gubernur, dan presiden tanpa politik uang. Lebih jauh kebebasan bersuara, perlindungan terhadap minoritas, dan akses ekonomi yang melibatkan sebanyak mungkin khalayak. Yang terakhir adalah pemerataan yang dilakukan secara terancang dan terukur agar kue pembangunan tidak hanya menumpuk pada segelintir orang.

Bagaimanapun, kebebasan yang diandaikan oleh orang Yunani (eleutheria) dan Romawi (libertas), berpijak pada pertentangan konseptual dan legal antara kebebasan dan perbudakan. Betapapun seperti Yunani, Romawi memelihara kuil, ritus dan festival bersama untuk semua warga, namun pada waktu yang sama mereka diberi kebebasan untuk memuja dewa-dewa yang lain sepanjang warga mengakui dan melaksanakan ritus yang sama pada momentum tertentu. Pada gilirannya, doa-doa itu bukan sekadar munajat, tetapi seperti diungkapkan oleh Ludwig Wittgenstein, filsuf Denmark, ia adalah cara untuk mengubah watak kita sebagai pendoa. Agama hadir sebagai penguatan kepribadian dan wujud dari nilai agama adalah tindakan dalam seharihari. Di sini, agama tidak lagi dipertentangkan secara diametral dengan dasar bersama, Pancasila dan Undang-Undang Dasar.

Agama sejatinya menekankan pada kehidupan spiritual, namun tak berarti mengabaikan hal material, sebab yang terakhir adalah rumah bagi roh setiap manusia. Ketika sebuah daerah berdiri banyak tempat ibadah, namun ruang publik tidak tertata dengan baik, maka nilai-nilai etis agama hanya berupa jargon dan berhenti di ruang kosong. Ajaran agama hanya dilihat sebagai etika normatif bukan terapan.

Penanda Tekad

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X