REFORMASI telah menegakkan eksistensi dan substansi Keistimewaan DIY melalui proses yang lama dan alot. Baru pada 2012 UUK DIY diterbitkan. Padahal sudah sejak awal reformasi bergulir rakyat Yogya menghendaki legalitas itu. Namun waktu yang lama itu menjadi sebuah proses belajar tersendiri, sebelum akhirnya kita merumuskan Keistimewaan DIY.
Perjalanan sejarah berbangsa dan bernegara sejak 1945 hingga sekarang perlu dimaknai sebagai proses belajar. Wajar jika dalam belajar ada kesalahan dan kegagalan. Wajar pula jika proses belajar itu merupakan proses mencaricari mencoba-coba. Yang mengacaukan adalah masuknya faktor kepentingan di dalam proses belajar itu. Para politisi memanfaatkan setiap kelambanan dan kegagalan dalam proses belajar. Sebagai contoh, awalnya ‘Demokrasi Pancasila’Orde Baru dimaksudkan sebagai koreksi dan revisi pelaksanaan ‘Demokrasi Terpimpin’ Orde Lama. Namun dalam praktik, tak ada reformasi, malahan semakin otoriter. Reformasi 1998 juga digulirkan dengan maksud koreksi dan revisi. Kenyataannya? KKN tetap merebak, belum muncul banyak pemimpin negarawan. Malahan, potensi konflik SARAmeningkat.
Proses belajar mencakup proses memahami, menganalisa, dan mensintesa. Ambillah contoh dalam penetapan dasar negara. Kita mulai dengan memahami diri sendiri, keunikan, dan kebutuhan bangsa sendiri. Lalu kita saling mencurah gagasan tentang isme-isme dan ideologi-ideologi. Kita menjajaki, mengkaji dan menganalisa beragam kemungkinan dasar negara. Akhirnya, kita melakukan sintesa dengan memadukan berbagai ideologi itu secara komprehensif.
Melahirkan Pancasila
Proses belajar seperti itulah yang melahirkan Pancasila. Dalam sidang Badan Penyelidik Upaya Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), founding fathers saling menyampaikan alternatif dasar negara. Lalu pada 1 Juni 1945, Bung Karno melakukan sintesa dengan memadupadankan pandangan itu dalam sebuah ideologi. Pancasila lahir sebagai ideologi komprehensif yang merangkum prinsip religiositas, humanisme (internasionalisme), nasionalisme, demokrasi, dan sosialisme. Dunia pun mengapresiasi cara belajar analisa-sintesa bangsa ini.
UUK DIY juga lahir melalui proses belajar analisis-sintesis yang komprehensif. Terutama pada era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), curah gagasan terjadi, termasuk di media. Ada yang sangat menekankan demokrasi sehingga tak rela jika di DIY tak ada pemilihan gubernur. Yang lain fanatis dengan kepemimpinan raja dalam sistem monarki Yogya. Sementara itu kalangan cendekiawan mencoba mencari jalan tengah seperti melontarkan alternatif monarki konstitusional untuk DIY.
Perdebatan karena perbedaan pemikiran selama masa penggodokan RUUK DIY kala itu sejatinya berdampak positif. Pertama, membangun mentalitas kritis dan evaluatif. Kedua, menumbuhkan proses belajar analisa-sintesa. Hal itu tampak dalam perumusan tentang tujuan Keistimewaan dalam UUK DIY yang merupakan buah pemikiran yang mensintesakan antara demokrasi dan monarki.
Proses belajar dan pengambilan keputusan merupakan dua hal yang penting. Proses belajar tanpa pengambilan keputusan bisa kontraproduktif. Terlalu banyak analisa sering membuat kita lumpuh. Inilah yang terjadi dalam proses belajar kita tentang dasar negara. Sejak 1945 sampai sekarang sepertinya tidak pernah final. Pancasila, masih ada-ada saja yang melawan, menggoyahkan, menyangkal. Keputusan pemerintahan Jokowi untuk menegakkan Pancasila sebagai satu-satunya asas adalah langkah tepat agar bangsa ini tidak lumpuh.