Membawa Buku ke Dalam Keseharian Kita

Photo Author
- Rabu, 17 Mei 2017 | 10:59 WIB

SEBUAH acara kuis di salah satu stasiun televisi nasional pernah menyampaikan survei tentang yang pertama kali dilakukan oleh seseorang saat bangun tidur. Dalam acara tersebut dikatakan, sebagian besar responden survei membuka ponsel begitu mereka terjaga dari tidurnya. Jika demikian, tentulah ponsel itu terletak begitu dekat dengan tempat tidur atau dengan kata lain, orang menyanding ponselnya di kala tidur. Hal ini memberi gambaran bahwa orang yang bersangkutan melihat ponselnya menjelang tidur. Atau, dia berinteraksi dengan ponselnya menjelang dan begitu terjaga dari tidurnya.

Sekian tahun yang lalu, beberapa di antara kita mungkin terbiasa dengan bacaan pengantar tidur. Saat mata masih enggan beristirahat, kita mencari sarana pengantar tidur, yaitu buku bacaan. Kita membaca buku sebelum tertidur. Kini, ponsel dengan segala perangkat informasi yang ada di dalamnya, menggantikan buku. Dia menjadi barang yang berinteraksi dengan pemiliknya begitu personal melebihi seorang sahabat. Ponsel selalu ada di genggaman kita, mulai saat bangun tidur di pagi hari hingga menjelang tidur di malam hari.

Di mana buku ketika ponsel telah menjadi perangkat personal yang memiliki ikatan begitu kuat dengan pemiliknya? Buku masih kita ingat dan lebih sering kita sebut-sebut saat tibanya suatu momen, seperti saat ini, menjelang peringatan Hari Buku Nasional 17 Mei. Atau, di kali lain, yaitu saat peringatan Hari Buku Sedunia 23 April. Di luar itu, adakah di antara kita yang mengingat buku? Yang membawanya sebagai teman di tempat tidur, membuka halaman-halamannya sebelum terlelap, dan meraihnya kembali di pagi hari saat kita terbangun?

Nostalgia

Hari Buku seolah mengingatkan kita sebuah nostalgia tentang buku. Sesuatu yang indah untuk dikenang, namun kini enggan dilakukan di hari gini. Buku menjadi seperti barang antik yang membanggakan dan bergengsi untuk dibicarakan, namun bukan sesuatu yang dekat dan disentuh dalam keseharian.

Hari Buku Nasional bermula dari momentum diresmikannya Perpustakaan Nasional pada tahun 1980. Dengan memperingatinya setiap tahun, diharapkan minat baca masyarakat Indonesia meningkat, dunia perbukuan menjadi bergairah, dan kehidupan masyarakat menjadi semakin berbudaya. Kedua momentum buku, yang nasional maupun internasional yang kita peringati setiap tahun ini, barangkali hanya diingat dengan baik oleh para insan perbukuan yang jumlahnya bisa dihitung di negeri ini.

Sebenarnya, keluhuran nilai membaca buku terletak pada dampaknya. Membaca buku, memberikan pengalaman reflektif dan imaginatif yang memungkinkan terbangunnya sikap kritis. Kenyataan itu kita terima sebagai kebenaran. Namun, dalam keseharian yang bising oleh kesibukan, kita lebih akrab dengan ponsel dan sarana media sosialnya yang serasa memberi kepuasan lahir batin.

Membawa Dampak

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X