SISTEM pemilu di sebuah negara yang menerapkan demokrasi modern akan mempengaruhi model, partisipasi dan kualitas penyelenggaraan pemilu itu sendiri. Meski dalam sejarah pemilu modern di berbagai negara, tidak pernah ada sistem yang benar-benar sempurna. Namun upaya untuk mereduksi jumlah suara yang terbuang dan tidak terepresentasi menjadi kursi perwakilan, menjadi salah satu pertimbangan. Sebagaimana yang terjadi saat ini di pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu di Pansus DPR yang hingga awal Mei ini juga belum selesai, selalu saja ada perkembangan baru sebagai bentuk kompromi politik.
Semula dari semua fraksi di DPR kecuali Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Golkar di Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu memilih sistem proporsional terbuka. Namun ketika kemudian pemerintah menyodorkan opsi terobosan dengan mengajukan sistem proporsional terbuka terbatas, kedua fraksi tersebut bisa menerima. Maka hampir dipastikan sistem ini akan diterima semua fraksi. Artinya tawaran sebelumnya yakni proporsional tertutup dan proporsional terbuka akan tereliminasi. Demikianlah fleksibilitas politik itu terbangun lewat pintu musyawarah.
Gabungan
Proporsional terbuka terbatas adalah gabungan dari sistem proporsional terbuka (calon legislatif ditetapkan berdasarkan suara terbanyak) dan proporsional tertutup (pemenang ditentukan berdasarkan nomor urut yang ditentukan partai). Di sini pemilih diberi kebebasan untuk memilih lambang partai atau nama calon anggota legislatif. Jika lambang parpol memperoleh suara terbanyak pada caleg yang bersangkutan maka calon yang terpilih berdasarkan nomor urut (daftar tertutup). Sebaliknya jika pilihan banyak dijatuhkan pada nama caleg, maka caleg yang memperoleh suara terbanyak di daerah pemilihan tersebut yang akan memperoleh kursi (daftar terbuka).
Namun dalam kriteria surat suara yang sah untuk sistem ini, jika mengacu pada aturan mutlak, pemilih hanya mencoblos satu penandaan (jika masih menggunakan model coblosan bukan E Voting). Sehingga langsung bisa diketahui pilihan itu dijatuhkan di lambang partai atau nama celeg. Kendati demikian jika tujuannya untuk mengurangi suara yang gugur, kendati ada lebih dari satu pilihan di kolom yang sama (lambang dan caleg) maka akan bijaksana jika suara itu diberikan pada caleg yang bersangkutan.
Namun apakah dengan direvisinya regulasi politik ini serta merta juga ikut menaikkan derajat integritas perilaku politik para elite?
Inilah pertanyaan yang selalu menggelitik kita. RUU Penyelenggaraan Pemilu adalah pertautan antara substansi demokrasi dan eksperimentasi lewat sistem pemilu, dengan deal-deal batas angka persyaratan yang banyak dicantumkan, mulai dari jumlah bilangan kursi di daerah pemilihan, hingga syarat-syarat normatif bagi calon anggota dewan, presiden hingga penyelenggara pemilu. Di dalamnya juga mengatur substansi dan rasa keadilan warga negara di dalam menjalankan hak politik. Secara detil RUU ini mengatur tata aturan teknis operasional penyelenggaraan pemilu.
Payung