Fitrah Berpancasila

Photo Author
- Kamis, 27 April 2017 | 22:51 WIB

HIRUK pikuk demokrasi ala Pilkada yang silih berganti kadang menyisakan cerita tersendiri bagi perjalanan bangsa ini. Hingga pada suatu ketika bangsa ini tergopoh-gopoh bahkan ancaman disintegrasi (perpecahan) pun menjadi taruhan terakhirnya. Tak terkecuali Pancasila juga mengalami pasang surut penafsiran akibat politik yang ditimbulkannya.

Melihat kurang matangnya demokrasi saat ini, penting kiranya kita menegaskan kembali Pancasila untuk menjawab pertanyaan: kita menginginkan demokrasi yang bagaimana? Kalau kita menginginkan demokrasi membawa Indonesia menuju kesejahteraan, jelas dasar negara harus ditegakkan. Sebab, warisan terbaik para pendiri Indonesia adalah demokrasi dengan fitrah ber-Pancasila. Bukan demokrasi yang menakutkan, demokrasi jual beli apalagi demokrasi janji-janji.

Untuk itu kita perlu mereformulasi sistem demokrasi yang berangkat dari visi masa depan bangsa yakni Pancasila. Harus diketahui, dalam setiap penyusunan visi misi, program kerja dan pelaksanaan Pilkada harus punya 'batin Pancasila' dengan fitrahnya yakni mengedepankan nilai-nilai dan norma dasar yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Suasana kebatinan (geistlichen hintergrund) menjadi latar belakang serius terkait konsepsi filosofis, sosiologis, politis dan historisnya yang mendasari kebijakan yang dilahirkan pasca Pilkada. Karena kebijakan akan banyak lahir dari para pemenang Pilkada tersebut.

Kita harus tahu Pancasila dilahirkan dalam niat, ide dan gagasan. Tentu semua perlu sebuah keteladanan dan praktik politik yang jujur dan berani. Tanpa itu semua, Pancasila sungguh hanya tinggal kata-kata. Maka, suksesi kepemimpinan dan pergantian kepala daerah harus diarahkan kepada konsepsi fitrah ber-Pancasila. Artinya, pemimpin harus Pancasilais dulu sebelum dirinya bisa memimpin dan menjadi panutan bagi yang dipimpinnya. Jika Pancasila ada di dalam langkah-langkah kebijakan, seharusnya bermakna, seluruh keputusan yang diambil atau yang dihasilkan adalah keputusan yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila.

Kita bisa cermati, sampai sekarang masih banyak produk perundang-undangan dan kebijakan yang dinilai cacat ideologis. Padahal, salah satu yang diharapkan dari demokrasi adalah terciptanya kebijakan atau produk hukum yang berdasarkan nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia yang bersumber Pancasila. Namun kenyataannya, arah kebijakan dan produk hukum kita tak lagi bersumber pada Pancasila melainkan justru banyak kebijakan yang mengubur ideologinya sendiri dan menelan mentah-mentah ideologi asing. Karenanya, solusi atas persoalan Indonesia hanya bisa muncul dengan melakukan penggalian kembali serta rekonstruksi terhadap pemikiran Pancasila. Kalau kita masih memerlukan Pancasila, sudah saatnya kita mengupayakan suatu kebijakan ber-Pancasila yang tanpa ragu-ragu.

Kesadaran ini harus ditularkan ke seluruh elemen bangsa, bahwa bangsa ini sangat rentan terhadap perpecahan dan disintegrasi. Apalagi, jika demokrasi dibiarkan jauh dari fitrah ber-Pancasila. Jangan sampai berdemokrasi yang tidak sehat itu justru berpeluang besar mengubur sendi-sendi kebangsaan kita. Untuk itu, aktualisasi pemahaman nilai-nilai Pancasila perlu dipahami dan dikembangkan serta diimplementasikan dalam segala kebijakan. Karena nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mempunyai fungsi sebagai motivasi dan rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Seperti pernah disampaikan Prof Syafii Maarif, selama ini para pemimpin dinilai tidak mampu mengapresiasi Pancasila dalam kehidupan nyata, sehingga Pancasila hanya sebatas jargon. Pancasila itu bagus, dimuliakan dalam kata, dipuji dalam tulisan, tapi dikhianati dalam perbuatan. Maka bicara soal Pancasila tidak boleh hanya terhenti pada gagasan ideologis, melainkan bagaimana ideologi itu bekerja. Bagaimana sila-sila itu diterjemahkan dalam pengambilan kebijakan pemerintah dalam mengutamakan daulat rakyat atas nama demokrasi.

Pilkada tidak akan pernah usai. Namun, demokrasi tidak boleh jauh dari Pancasila. Karena dengan demokrasi ber-Pancasila adalah langkah tepat untuk menghidupkan fitrah dasar berbangsa dan bernegara sebagai tenaga batin dan etika yang dapat mengangkat moralitas bangsa dari kerendahan dan keterpurukannya. Dan Pancasila telah menjadi rumah besar bagi kebangsaan. Dimana keberagaman dan kebhinnekaan yang dimiliki Indonesia harus membawa pada tujuannya, yakni kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X