Akan seperti apa rakyat kita?
Jika lahan saja mereka tak punya
Sumber penghidupan tidak ada
Protes kepada penguasa seakan percuma
Penguasa tutup telinga dan mata
Satu tujuan penguasa
Memperkaya diri mereka
BARISAN ibu di Kendeng tidak kenal lelah memperjuangkan keinginan anak cucu. Perlawanan penolakan pendirian pabrik semen PT Semen Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2014 lalu. Perlawanan damai mereka lakukan dengan tinggal di tenda perjuangan menahun. Bukan tanpa alasan, mereka mempertahankan keseimbangan alam. Pasalnya, lokasi pendirian pabrik semen di Kecamatan Gunem Rembang berada di kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watu Putih di daerah karst Kendeng Utara. Penetapan kawasan karst tersebut dikuatkan dengan Keputusan Presiden (Kepres) No 26 tahun 2011. Selain Kepres, CAT Watu Putih juga masuk dalam kawasan lindung geologi yang harus dilindungi sesuai Peraturan Daerah Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2030. (https://tirto.id/- tambang-dan-pabrik-semen-rembang-mengancam-sumber-air-cefA).
Sumber mata air melimpah berada di kawasan CAT Watu Putih. Terdapat 109 mata air yang menghidupi 607.188 jiwa di kecamatan Kabupaten Rembang. Bila disimulasikan, mata air yang terkecil adalah 0,02 liter/detik dalam 1 hari/24 jam/3600 menit/86400 detik sehingga akan menghasilkan air sejumlah 1728 liter dalam satu hari. Mata air dengan debit terbesar 600 liter/detik dalam 1 hari akan menghasilkan 51.840.000 liter air dimana kurang dari 10% dimanfaatkan langsung untuk kebutuhan masyarakat dan sisanya terdistribusi ke lahan pertanian. (dok gugatan sengketa SK Gubernur Jawa Tengah No 660.1/17 tahun 2012).
Panggil Mereka Kartini
â€Tak hanya R.A. Kartini, menurutku semua perempuan yang menghargai dirinya, menghargai dan menginginkan kemajuan sesamanya, Harum namanya,†ucap Gus Mus. (twitter A Mustofa Bisri 20/4/2013). Itu pula yang dilakukan Kartini Kendeng, menghargai dan merawat alam untuk kebutuhan dan kemajuan umat hingga zaman nanti. Kartini Kendeng merawat bumi, mereka mengibaratkan bumi sebagai ibu yang mampu melakukan reproduksi dan menghidupi semua makhluknya. â€Ibu bumi wis maringi, Ibu bumi dilarani, Ibu bumi kang ngadili,†merupakan kalimat yang selalu Kartini Kendeng dengungkan.