PENYEBARAN (diaspora) etnis Jawa sebenarnya sudah dimulai sejak zaman kerajaan-kerajaan Hindu dan Islam di Jawa. Kemudian semakin meningkat di zaman Hindia-Belanda, ketika Pemerintah Hindia-Belanda menjalankan program perkebunan di Suriname dan transmigrasi di Lampung. Diaspora Jawa pertama kali ke Suriname pada tahun 1890 dan program transmigrasi pertama kali di Lampung pada tahun 1905. Yang kemudian diteruskan oleh Pemerintah RI tahun 1950-an.
Diaspora Jawa ke luar negeri bukan hanya ke Suriname, tetapi hampir di semua negara ada keberadaan etnis Jawa. Akan tetapi populasi etnis Jawa di luar negeri yang paling menonjol adalah di Suriname, Belanda, Malaysia dan Kaledonia Baru. Selain itu masih banyak lagi penyebaran etnis Jawa di Madagaskar, Afrika Selatan, Brunei Darusalam, Australia, Meksiko, Amerika Serikat, Singapura, Sri Lanka, India dan lain-lain.
Reuni Etnis Jawa
Pada tanggal 17-23 April 2017 akan diadakan semacam konferensi dan reuni etnis Jawa berjudul Diaspora Jawa Sak-Donya (Diaspora Jawa Seluruh Dunia) di Yogyakarta. Kepanitiaan acara tersebut dikelola oleh dua pihak yaitu Dinas Kebudayaan DIY dan kepanitiaan komunitas etnis Jawa dari luar negeri, terutama dari Suriname, Belanda dan New Caledonia. Tampaknya inisiator dan penggerak utama acara ini adalah komunitas etnis Jawa dari Suriname dan Belanda, yang sebelumnya juga sudah mengadakan pertemuan di Hotel Melia Purosani, Yogyakarta tahun 2015. Berdasarkan situs resmi diaspora Jawa yang beralamat di www.diasporajawa.net, dijelaskan bahwa menurut rencana acara akan berlangsung selama tujuh hari di Jogja Nasional Museum, Kraton dan beberapa tempat kunjungan.
Acara yang panjang ini sangat menarik bagi orang Jawa yang masih mencintai kejawaannya. Baik orang Jawa dari Indonesia maupun dari luar negeri. Baik orang Jawa yang masih murni berdarah Jawa, maupun orang Jawa berdarah campuran etnis, campuran bangsa atau campuran ras. Oleh karena dalam proses asimilasi dan integrasi, sebagian etnis Jawa baik di Indonesia maupun di luar negeri mengalami perkawinan campuran dengan beda etnis, beda bangsa dan beda ras.
Menjadi tidak aneh ketika sebagian etnis Jawa sudah mengalami transformasi menjadi multi-etnis, multi-kultur, multi-bangsa dan multi-ras. Oleh karena itu dijumpai orang Jawa berwajah semi India, semi China, semi Eropa, semi Afrika dan wajah-wajah blasteran lainnya. Perkawinan campuran itu menambah kekayaan budaya Jawa, sehingga pemahaman kejawaan itu sendiri sekarang ini bukan lagi tunggal melainkan jamak. Terutama di Suriname dan Belanda, sebagian orang Jawa melakukan perkawinan campuran dengan etnis lain, bangsa lain dan ras lain, sehingga mereka menjadi orang Jawa yang unik.
Entitas Multi
Jadi pemahaman kejawaan harus dimaknai sebagai entitas multi, baik multi-etnis, multikultur, multi-bangsa, dan multi-ras. Karena kedua-duanya, yakni: orang Jawa yang di Indonesia sudah mengalami proses nasionalisasi dalam bingkai Indonesiasisasi. Di pihak lain harus diakui, orang Jawa di luar negeri sudah mengalami proses diaspora dalam bingkai globalisasi. Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, bisa tidak bisa harus dan pasti mengalami terjadinya proses akulturasi budaya, etnis dan ras.