JJLS dan Program Pemerataan

Photo Author
- Rabu, 12 April 2017 | 07:41 WIB

DUA isu mengemuka, yakni percepatan pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) dan kesenjangan ekonomi kaya-miskin tertinggi ada di DIY. Dari sudut pandang tertentu JJLS dan kemiskinan bisa berseberangan. Sebab pengguna yang nantinya bisa mengoptimalkan hadirnya JJLS adalah orang mampu. Sedangkan kemiskinan merupakan kondisi bagi yang kurang mampu memanfaatkan infrastruktur tersebut baik dalam rangka bisnis maupun keperluan lainnya.

Pembangunan JJLS akan dirampungkan 2019 (KR, 10/4). JJLS akan menghubungkan daerah di kawasan selatan DIY, Jatim dan Jateng. Infrastruktur tersebut merupakan sarana yang diharap mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan regional. Pertanyaan strategis adalah dapatkah pertumbuhan yang dipacu JJLS dapat diikuti pula pemerataan ekonomi kawasan yang dilaluinya, ataukah justru memperlebar jarak kaya-miskin?

Jawaban pertanyaan tersebut dapat dipengaruhi oleh kebijakan pembangunan yang dijalankan. Jika hanya ingin mengutamakan pengembangan ekonomi, maka kebijakan yang diperlukan ‘cukup’ iklim usaha yang kondusif, permodalan, dan kemudahan perizinan, namun yang akan menonjol adalah pertumbuhan. Bahkan kehadiran JJLS bisa mendorong terpacunya ekonomi kawasan sekalipun tanpa banyak stimulan dari pemerintah.

Kebijakan tersebut akan melahirkan kegiatan ekonomi yang dikuasai para pemilik modal, sedangkan orang tidak mampu tetap dalam posisi buruh atau tenaga kasar. Gejala demikian sudah mulai terasa dengan dikuasainya sejumlah bidang tanah disepanjang JJLS di Gunungkidul oleh pemilik modal besar dari luar daerah. Di Bantul, lahan sekitar JJLS yang mayoritas tanah SG juga terjadi kompetisi pengambilalihan hak guna dari penduduk (petani) pengkapling. Dampaknya, pengusaha kaya akan berlari lebih kencang, sedangkan warga kurang mampu (miskin) tetap saja tertinggal. Sehingga ketimpangan makin besar.

Sedangkan untuk berorientasi pada pemerataan, diperlukan konsep pemberdayaan warga miskin yang rumit dan proses yang menuntut kesabaran. Jika terjadi pengalihan pengelola lahan, perlu ada model pola asuh yakni warga miskin lebih banyak dilibatkan. Sedangkan jika warga setempat diproteksi agar tetap mengelola lahannya, diperlukan program ekonomi produktif yang tidak mudah. Berapa program pemberdayaan pernah dijalankan, sejak Inpres IDT, P2KP, Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan dan sebagainya. Hasilnya kurang memuaskan. Karena warga miskin serba dalam posisi marginal, baik dalam hal kepemilikan sumber daya alam (lahan), wawasan, keahlian, akses informasi, akses jaringan, dan kurang dipercaya terhadap akses modal.

Potensi ekonomi wilayah yang dilalui JJLS, adalah: pertanian, perikanan, UMKM, dan pariwisata. Konsep ekonomi yang perlu dijalankan, selain mengacu potensi tersebut, barangkali bukan menitikberatkan kegiatan produksi, melainkan perlu ditekankan pada aspek bisnis. Sebab pada kegiatan produksi tidak banyak memberikan keuntungan. Padahal pelibatan pada aspek bisnis itulah yang biasanya menemui kesulitan.

Pada sektor pertanian, misalnya, KK miskin umumnya hanya memiliki lahan sangat sempit, bahkan sebagian merupakan buruh tani, dan tidak mudah mengupayakan peningkatan pendapatan petani miskin. Sedangkan kegiatan produksi (on farm) sektor pertanian kurang mendapat manfaat atas kehadiran JJLS, sehingga harus lebih didorong pada kegiatan off farm. Yakni pengolahan hasil pertanian menjadi berbagai produk pangan untuk dijual ke luar daerah, karena JJLS lebih berfungsi sebagai sarana pemasaran. Perlu ada perlindungan agar produk petani setempat menjadi pemasok utama kuliner yang tumbuh karena ramainya JJLS dan pariwisata. Sedangkan perajin berbagai UKM perlu dibantu membentuk lembaga pemasaran, agar tidak dijadikan objek bisnis pedagang besar.

Keberpihakan

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X