Bencana Tanah Longsor

Photo Author
- Jumat, 7 April 2017 | 10:52 WIB

DI MUSIM pancaroba menjelang pergantian musim penghujan ke musim kemarau, kita dikejutkan oleh bencana tanah longsor yang terjadi di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur. Lereng tebing setinggi 100 meter ambrol akibat hujan deras dan jatuh menimpa permukiman warga. Diperkirakan sedikitnya 27 orang tewas akibat tertimbun tanah longsor.

Bencana tanah longsor di Ponorogo ini sebetulnya bisa diantisipasi sejak dini. Karena gerakan tanah yang terjadi di wilayah kejadian sudah dirasakan warga 20 hari sebelumnya. Desa Banaran yang berada pada lereng Gunung Wilis dengan kemiringan di atas 30 derajat, memang merupakan daerah rawan bencana. Tetapi, karena kurangnya kepekaan warga melakukan deteksi dini terhadap ancaman bencana, maka yang terjadi kemudian bencana pun keburu menyergap.

Faktor Penyebab

Di Indonesia, bencana longsor di berbagai daerah sebetulnya sudah berkali-kali terjadi. Di penghujung tahun lalu, bencana tanah longsor juga terjadi di Kabupaten Banjarnegara. Bencana tanah longsor yang terjadi di malam hari waktu itu, menyebabkan Dusun Jemblung tertimbun tanah longsor. Meski sekitar 200 orang dapat menyelamatkan diri, tetapi korban yang meninggal dilaporkan sangat besar, di atas 100 orang korban.

Di luar Kabupaten Ponorogo dan Banjarnegara, bencana tanah longsor dilaporkan juga terjadi di berbagai daerah lain dengan korban yang bervariasi. Bencana yang telah terjadi berkali-kali, alih-alih membuat warga belajar, justru yang terjadi masyarakat selalu terlambat mengantisipasi terjadinya bencana yang mengerikan itu.

Bencana tanah longsor pada dasarnya adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah yang kemudian jatuh menyapu apapun yang ada di bawahnya. Secara umum bencana tanah longsor disebabkan oleh sejumlah faktor, baik karena kondisi geologis yang sifatnya alamiah maupun karena dipicu kesalahan warga masyarakat yang mengabaikan arti penting menjaga kelestarian lingkungan.

Lebih dari sekadar faktor alam, seperti erosi karena aliran air permukaan atau air hujan yang menggerus kaki lereng-lereng bertambah curam, dan juga faktor kemiringan lereng yang diperlemah melalui proses saturasi yang diakibatkan hujan lebat. Di berbagai daerah bencana tanah longsor acapkali juga dipicu oleh terjadinya perubahan fungsi lahan menjadi ladang dan permukiman yang menyebabkan makin jarang tanaman keras berakar kuat yang mampu menopang arus air. Kebutuhan warga membuka lahan dan tempat tinggal menyebabkan lahan-lahan yang ada tidak lagi mampu menopang kelestarian alam.

Tanah longsor, bencana banjir bandang, meluapnya debit air sungai, dan berbagai bentuk bencana alam lain, sesungguhnya adalah imbas dari kekeliruan masyarakat yang makin tidak bersahabat dengan alam. Desakan dan kepentingan komersial, serta regulasi kebijakan yang tidak berjalan efektif menyebabkan potensi terjadinya bencana menjadi lebih besar.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X